MAKALAH
THARIQAT
DALAM TASAWUF
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Akhlaq Tasawuf
Dosen
Pengampu : Safrodin Halim, M.Ag.
Disusun Oleh
:
Nurul Eka W. H (1501046028)
Ahmad
Dini Faiza (1501046029)
Yessi Anggraeni N. D (1501046030)
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Selama ini tasawuf
hanya diketahui oleh orang orang tertentu saja untuk membantu masyarakat agar
bisa mengenal tasawuf. Baik masyarakat kelas menengah maupun kelas elite (perkotaan), Mereka membutuhkan
pengajaran dan sentuhan spiritual, tetapi pada kenyataaanya kehidupan sekarang
ini jauh dengan kehidupan yang bersifat spiritual. Maka dari itu untuk
mencapai salah satu tujuan tasawuf, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan untuk
mendapatkan ketenangan jiwa, masyarakat tersebut harus menemempuh suatu jalan,
jalan tersebut yang dimaksud dengan thariqat.
Tarekat
dan sufisme merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cenderung menjangkau
dalam kehidupan masyarakat. Gejala gaya sufistik mulai digandrungi oleh
sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan kondisi gaya hidup
mereka terutama di daerah perkotaan[1].
Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang belum
terpenuhi oleh ibadah rutin. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian
thariqat, sejarah dan perkembangan thariqat, macam-macam thariqat, dan hubungan
thariqat dalam tasawuf.
I.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Thariqat
Thariqat menurut bahasa adalah jalan,
cara, keyakinan, kedudukan. Menurut Kamus A
Dictionary of Egyption Arabic oleh Martin Hinds dan El-Said Badawi, Lubnan,
1986 menyatakan bahwa thariqat ialah way
(cara atau jalan) dan method. Thariqat
mempumyai makna dan maksud mengikuti tujuan dan konteks penggunaannya. Thariqat
secara terminologis adalah jalan yang harus ditempuh oleh setiap
calon sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Thariqat pada
perkembangan selanjutnya, mengandung arti organisasi. Menurut Tirmingham, thariqat
adalah suatu metode praktis untuk menuntun atau membimbing seorang murid secara
berencana dengan jalan pikiran, perasaan, dan tindakan. Menurut Al-Jurzani
dalam At-Ta’rifat, thariqat adalah jalan atau tingkah laku tertentu bagi
orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT, dengan melalui manzilat (tempat)
dan meningkat ke maqamat (posisi) yang lebih tinggi.[2] Thariqat
tidak hanya pada suatu metode praktis tetapi juga sebagai lembaga bimbingan
calon shufi, yang unsurnya adalah guru (syekh,
mursyid),perjanjian antara guru dan murid (baiat), doa dan wirid khusus, adanya penyebaran oleh bekas murid
setelah mendapat ijazah dari gurunya dengan silsilah yang diakui
kebenaranya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Guru didalam thariqat adalah orang
yang paling berpengaruh, ia mempunyai wewenang yang sangat luas.[3]
Dapat dijelaskan bahwa thariqat adalah salah satu cara atau jalan yang
harus ditempuh dalam pelaksanaan syariat agar manusia dapat sampai pada hakikat
dan makrifat. Tujuan thariqat adalah sebagai sarana melatih diri dan
perjuangan melawan hawa nafsu,
membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisikan sifat-sifat terpuji,
mewujudkan perasaan ingat kepada Allah melalui beberapa amalan, meraih ma qam
ma’rifah, dan tujuan hidup yang hakiki.[4]
B. Unsur-Unsur Tarekat
Dalam tarekat, setidaknya
ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah tarekat. Kelima
hal tersebut adalah:
1.
Mursyid
Mursyid adalah dianggap
telah mencapai tahap mukasyafah, telah terbuka tabir antara dirinya dan
Tuhan. Mursyid atau guru atau master atau pir bertugas menemani dan
membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati Allah, seperti yang
terjadi pada diri sang guru. Guru spiritual itu kadang disebut dengan istilah thayr
al-quds (burung suci) atau Khidir. Dalam tarekat, bimbingan guru yang telah
mengalami perjalanan rohani secara pribadi dan mengetahui prosedur-prosedur
setiap mikraj rohani adalah sangat penting.[5]
2.
Baiat
Baiat atau talqin adalah
janji setia seorang murid kepada gurunya, bahwa ia akan mengikuti apa pun yang
diperintahkan oleh sang guru, tanpa “reserve”.[6]
3.
Silsilah
Silsilah tarekat adalah “nisbah”,
hubungan guru terdahulu sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada
Nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru
itu harus benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian halnya berarti
tarekat itu terputus dan palsu, bukan warisan dari Nabi.[7]
4.
Murid
Murid atau kadang disebut salik
adalah orang yang sedang mencari bimbingan perjalanannya menuju Allah.
Dalam pandangan pengikut tarekat, seorang yang melakukan perjalanan rohani
menuju Tuhan tanpa bimbingan guru yang berpengalaman melewati berbagai tahap (maqamat)
dan mampu mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan spiritualnya,
maka orang tersebut mudah tersesat.[8]
` 5.
Ajaran
Ajaran adalah
praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan dalam sebuah tarekat.
Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan metode khusus
dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama
kepada murid-muridnya.[9]
C. Sejarah Thariqat
Thariqat
juga merupakan salah satu bagian dari tasawuf. Para shufi mengajarkan ajaran
pokok tasawuf yaitu syariat, thariqat, hakikat, dan makrifat yang pada akhirnya
masing-masing ajaran tersebut berkembang menjadi satu aliran yang berdiri
sendiri.[10]
Menurut Muhammad al-Aqqad tasawuf berasal dari Islam karena sudah ada
dasarnya dalam ayat-ayat al-Qur’an sehingga diakui sebagai ajaran yang
benar.Martin Van Bruiness melakukan penelitian yang menyatakan bahwa thariqat
belum ada sebelum abad ke-8 H atau 14 M, berarti bahwa thariqat merupakan
sebuah ajaran baru yang tidak ada dalam ajaran Islam yang asli. Namun ternyata
ajaran-ajaran pokoknya memiliki keterkaitan yang kuat samapai pada Rosulullah.[11]
Al-Tafftazani dalam karyanya al-madkhol Ila al-Tasawuf al-Islam, mengemukakan
bahwa banyak muncul para shufi yang bergabung dengan seorang syaikh dan tunduk
di bawah peraturan tertentu. Penemuan ini dinisbahkan oleh para shufi terakhir
dengan sebutan thariqat. Menurut H.A Harvey Siregar dalam bukunya Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, yang
menempatkan thariqat sebagai suatu aliran atau ordo tasawuf . Jika ditinjau
dari istilah thariqat dalam terminology tasawuf adalah gaya yang di tempuh
seorang shufi dalam memahamai, menghayati, dan mengamalkan seluruh aspek ajaran
Islam agar ia selalu berada dekat dengan Tuhan. Menurut Hamzah Ya’qub,
timbulnya thariqat di sebabkan oleh bebrapa factor, yaitu Rosulullah SAW
mengemukakan bahwa Islam akan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian-bagian
yang jumlahnya lebih banyak dari kaum Yahudi dan Nasrani. Telah terbukti yaitu
dengan timbulnya aliran-aliran , madzab fiqih dan aliran tasawuf dengan nama
thariqat.[12]
Menurut Azyumardi Azra, tidak dapat
dikatakan bahwa thariqat bersal dari agama Kristen, Budha atau yang lainya
karena setiap agama itu mempunyai ajaran spiritual masing-masing. Adanya
perbedaan dalam ayat-ayat yang berkaitan
dengan tasawuf, misalnya tentang Tuhan dengan mahluk. Ada yang memahami Tuhan
ini dapat bersaatu dengan mahluk (al-Ittihad). Tuhan dapat bertempat di dalam
mahluk (al-Hulul) dan ada pula yang memahami bahwa mahluk tetap mahluk dan
Tuhan tetap Tuhan dan tidak dapat bersatu, karena berlainan zat dan kedudukan.
Perbedaan pendapat ini tidak dapat di kompromikan begitu saja, maka
masing-masing mereka membuat pahamnya sendiri melalui thariqat.[13]
D. Jenis-jenis
Thariqat di Indonesia
1. Thariqat
Qodiriyah
Tarekat Qodiriyah didirikan oleh Syaikh
Abdul Qodir Jaelani (1077-1166).[14] Thariqat
ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena
tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi thariqat, tetapi juga cikal
bakal muculnya berbagai cabang thariqat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya
baru muncul bebrapa dekade setelah wafatnya, semasa hidup Syaikh Abdul Qadir
telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam.
Beliau di pandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan
spiritual. Namun, generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda yang
berkisar pada aktifitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib
tentang beliau.[15]
2. Thariqat
Syadziliyah
Thariqat Syadziliyah tak dapat di
lepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama thariqat ini dinisbahkan
kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan
thariqat-thariqat lain. Secara lengkap nama pendiri adalah ‘Ali bin Abdullah bin’Abd al-Jabar Abu al-Hasan al-Syadzili.
Silsilah keturunanannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib, dan demikian berarti juga keturunan Siti Fatimah, anak perempuan
Nabi Mhammad Saw. Al-Syadzili sendiri pernah menuliskan silsilah keturunan sebagai berikut: ‘Ali bin Abi ‘Abdullah bin ‘Abd. Jabar bin Yusuf bin Ward bin Batthal
bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa bin Muhammad bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib.[16]
3. Thariqat
Naqsyabandiyah
Pendiri Thariqat Naqsyabandiyah adalah
seorang pemuka tasawuf terkenal yakni, Muhammad
bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandiyah (717 h/1318
M-791 H/1389), dilahirkan di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil
dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ia berasal dari keluarga dan lingkungan
yang baik. Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya yang penting
sebagai sorang pemimpin spiritual. Setelah ia lahir segera ia dibawa oleh
ayahnya kepada Baba al-Samasi yang menerimanya dengan gembira. Ia biasa disebut
Naqsyabandi diambil dari kata Naqsyaband yang berarti lukisan, karena ia ahli
dalam memberikan lukisan kehidupan yang gaib-gaib.[17] Ia belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi
ketika berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar ilmu thariqat kepada sorang quthb di Nasaf, yaitu
Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371). Kulal adalah seorang khalifah
Muhammad Baba al-Samasi. Selain itu Naqsyabandiyah pernah juga belajar pada
seorang arif bernama al-Dikkirani selama sekitar satu tahun. Ia pun pernah
bekerja untuk Khalil penguasa Samarkand, kira-kira selama dua belas tahun.
Ketika sang penguasa digulingkan pada tahun 748/1347 M,ia pergi ke Ziwartun.
Disana ia menggembalakan binatang ternak selama tujuh tahun, dan tujuh tahun
berikutnya dalam pekerjaan perbaikan
jalan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pendidikan dan pembinaan mistisnya
untuk memperdalam sumber-sumber rasa kasih sayang dan cinta kepada sesama
manusia serta membangkitkan perasaan
pengabdian dalam memasuki lingkungan mistis.[18]
4. Thariqat
Khalwatiyah
Thariqat Khalwatiyah di Indonesia banyak
di anut oleh suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, atau di tempat-tempat
lain. Dimana suku itu berada seperti di Riau, Malasyia, Kalimantan Timur,
Ambon, dan Irian Barat. Nama Khalwatiyah diambil dari nama seorang shufi ulama
dan pejuang Makassar abad ke-17, Syaikh Yusuf al-Makasari al –Khalwati Muhammad
Nur al-Khalwati al-Khawa Rizmi (w. 751/1350), yang sampai sekarang masih sangat
dihormati. Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari thariqat ini yang hadir
bersama. Keduanya dikenal dengan nama Thariqat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Pengikut kedua cabang
thariqat ini secara keseluruhan 5% dari penduduk provinsi yang berumur di atas
15 tahun, pengikut yang berada di Maros mencapai dua pertiga dari jumlah
penduduk dewasa di daerah tersebut.[19]
5. Thariqat
Syattariyyah
Thariqat Syattariyyah : nama
Syattariyyah di ambil dari Syaikh ‘Abd Allah al-Syathari (w. 890 H/1485 M),
seorang ulama’ yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Syihab al-Din
Abu Hafsh, ‘Umar Suhrawardi (539-632 H/1145-1234 M), ulama’ sufi yang
mempopulerkan Thariqat Suhrawardiyah, sebuah thariqat yang awalnya didirikan
oleh pamanya sendiri, Diya’ al-Din Abu Najib al-Suhrawardi (490-563 H/1079-1168
M). Thariqat Syattariyyah di kenal sebagai sebuah thariqat yang dinamis,
sebagian peneliti menganggap thariqat ini memperkuat ajaran ‘neosufisme’ yang
tetap mempertahankan pentingnya pelaksanaan syari’at, sesungguhnya demikianlah
thariqat muktabrah pada umumnya. Thariqat ini disebarkan di Indonesia oleh
Syaikh ‘Abd al-Ra’uf Singkel dan kemudian untuk daerah pemijahan oleh Syaikh
‘Abd al-Muhyi.[20]
6. Thariqat
Sammaniyah
Thariqat Sammaniyah didirikan oleh
Muhammad bin ‘Abd al-Karim al-Madani al-Syafi’I al-Samman (1130-1189/1718-1775).
Ia lahir di Madinah. Di kalangan murid dan pengikutnya, ia lebih di kenal
dengan nama al-Sammani atau Muhammad Samman. Sambil mengajar di Sanjariyah,
tampaknya Syaikh Samman banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di
rumah bersejarah milik Abu Bakar al-Shidiq. Syaikh Samman sebenarnya tidak
hanya menguasai bidang thariqat saja tetapi bidang-bidang ilmu Islam lainya. Ia
belajar hukum Islam ke lima ulama’ fiqih terkenal : Muhammad al-Daqqaq, Sayyid
‘Ali al-‘Aththar, ‘Ali al-Kurdi, ‘Abd al-Wahhab Al-Thanthawi (di Makkah) dan
Said Hilal Al-Makki. Ia juga pernah berguru ke Muhammad Hayyat, seorang
muhaddist dengan reputasi lumayan di Haramyn dan diangkat sebagai penganut
Thariqat Naqsyabandiyah. Selain Samman yang berguru kre Muhammad Hayyat adalah
juga Muhammad bin’Abd al-Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik
syirik serta pendiri Wahhabiyah.[21]
7. Thariqat
Tijaniyyah
Thariqat Tijaniyyah didirakan oleh
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani
(1150-1230 H/1737-1815 M), yang lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan,
dan meninggal di Fez, Maroko, dalam usia 80 tahun. Walaupun sebagian orang
menganggap bahwa thariqat ini eksklusif namun dewasa ini, thariqat Tijaniyyah
tersebar luas di seluruh Indonesia, dengan paling banyak berada di wailayah
Jawa Barat, Jawa Tenagah, dan Jawa Timur. Basis jemaah Thariqat Tijaniyyah ada
di tiap-tiap wialayah Jawa Tengah, sementara di Surabaya, Probolinggo, dan
Madura sebagai basisi wilayah di Jawa Timur.[22]
8. Thariqat
Qadiriyah Naqsyabandiyah
Thariqat Naqsyabandiyah, sebagai sebuah
thariqat gabungan dari dua thariqat terutama di duna Islam, yaitu Thariqat
Qadariyah dan Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah thariqat temuan asli orang
Indonesia asli yakni Syaikh Khatib Sambas. Kitabnya yang berjudul Fath al-‘Arifin menjadi sumber rujukan
para penerusnya di kemudian hari K.H. A Shahibulwafa Tajul ‘Arifin (dikenal
pula denagn nama Abah Anom), Syaikh Mursyid TQN Suryalaya di kenal sebagai
figur yang dinamis dalam mengajarkan dzikir, salah satu adalah untuk rehabilitasi
penyalahgunaan obat dan narkoba. TQN Suryalaya ini telah mempunyai banyak
cabang di manca negara, bahkan wakil talqin
dari Abah Anom pernah menalqin ikhwan dan akhwat di Wangshinton DC dan
London. Selain itu silsilah TQN di Jawa Tengan berpusat di Pondok Pesantren
Futuhiyyah Mranggen dan Pondok Darul Ulum, Jombang Jawa Timur.[23]
E. Hubungan Thariqat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu
tasawuf, istilah thariqat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara
tertentu yang digunakan oleh seorang syekh thariqat dan bukan pula terhadap
kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh thariqat, tetapi meliputi
segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti shalat, puasa,
zakat, haji dan sebagainya. Yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan
diri kepada Allah. Di dalam thariqat yang sudah melembaga, thariqat mencakup
semua aspek ajaran Islam seperti: shalat, zakat, puasa, jihad, haji dan lain
lain, ditambah pengamalan serta seorang syekh. Akan tetapi, semua itu terikat
dengan tuntunan dan bimbingan seorang syekh melalui bai’at. Sebagaimana telah
diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada
Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak
ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan di bawah bimbingan seseorang
guru atau syekh. Ajaran tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri
kepada Allah merupakan hakikat yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan
thariqat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya
mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa thariqat adalah
tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan
spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.[24]
II.
KESIMPULAN
Thariqat adalah salah satu cara atau
jalan yang harus ditempuh oleh manusia agar manusia dapat sampai pada tingkatan
hakikat dan makrifat. Cara tersebut bisa dengan melawan hawa nafsu,
membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisikan sifat-sifat terpuji,
mewujudkan perasaan ingat kepada Allah melalui beberapa amalan dan doa.
Thariqat juga merupakan salah satu ajaran tasawuf. Para shufi mengajarkan
ajaran pokok tasawuf yaitu syariat, thariqat, hakikat, dan makrifat yang pada
akhirnya masing-masing ajaran tersebut berkembang menjadi satu aliran yang
berdiri sendiri Unsur-unsur terpenting dalam thariqat ada lima: 1. Mursyid (guru), 2. Baiat
(janji setia), 3. Silsilah (hubungan antar guru), 4. Murid, dan 5. Ajaran.
Jenis-jenis
thariqat yang muktabarah di Indonesia yaitu: Thariqat Qodiriyah, Thariqat
Syadziliyah, Thariqat Naqsyabandiyah, Thariqat Khalwatiyah, Thariqat
Syattariyyah, Thariqat Sammaniyah, Thariqat Tijaniyyah, Thariqat Qadiriyah
Naqsyabandiyah, dan masih banyak lagi thariqat-thariqat yang berada diluar Indonesia.
Sedangkan hubungan antara thariqat dengan tasawuf, tasawuf
adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan thariqat adalah cara dan
jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Nata,Abuddin,
Akhlak Tasawuf, Jakarta : Rajawali,
2012.
Nasiruddin, Mohammad ,Pendidikan Tasawuf, Semarang: Rasail Media Group,2010.
Rusli,Ris’an, Tasawuf
dan Tarekat, Jakarta: Rajawali, 2013.
Napiah,Othman, Pengantar Ilmu
Tasawuf, Kuala Lumpur : Universiti Teknologi Malaysia, 2001.
Ilham,Arifin, Tarikat
Zikir dan Muhammadiyah, Bandung : PT Mizan Publika, 2004.
Mulyati,Sri, Mengenal
dan MemahamiTarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta : Kencana,
2005.
Sholihin, Muhammad, Dkk, IlmuTasawuf, Bandung : CV PustakaSetia,
2008.
Al-Barmar,Khalili, Ajaran Tarekat, Surabaya: Bintang Remaja, 1990.
Burhani, Ahmad Najib, Tarekat tanpa
Tarekat. Jakarta: Serambi Ilmu SemestaBurhani, 2002
[1]Ris’an
Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Pers,
2013 Jakarta: Rajawali), hlm 183.
[2]Arifin Ilham, Tarikat Zikir dan Muhammadiyah, (Bandung
: PT Mizan Publika, 2004), hlm 6-7
[3]Mohammad
Nasiruddin,Pendidikan Tasawuf, (Semarang:
Rasail Media Group,2010), hlm 115-116
[4]Othman
Napiah, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Kuala Lumpur : Universiti Teknologi
Malaysia, 2001), hlm
[6]
Ibid
[7]
Ibid
[8]
Ibid,
37
[9]
Ibid
[10]Khalili
al-Barmar, Ajaran Tarekat, (Surabaya:
Bintang Remaja, 1990), hlm 17.
[12]Ibid, 188.
[13]Ibid, 191.
[14]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta
: Rajawali, 2012), hlm 273
[15]Sri
Mulyati, Mengenal dan Memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm 26.
[16]Ibid, hlm 57.
[17]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta
: Rajawali, 2012), hlm 274
[18]Sri
Mulyati, Mengenal dan Memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm 90
[19]
Ibid, hlm 117.
[20]
Ibid, hlm 153.
[21]Ibid,
hlm 182.
[22]
Ibiid, hlm 402.
[24]M. Solihin,
Rosihon Anwar Abd. Djaliel, IlmuTasawuf, (Bandung : CV PustakaSetia,
2008), hlm 205
Tidak ada komentar:
Posting Komentar