Minggu, 04 Desember 2016

thariqat dalam tasawuf

MAKALAH
THARIQAT DALAM TASAWUF
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Akhlaq Tasawuf
Dosen Pengampu : Safrodin Halim, M.Ag.


Disusun Oleh :
           Nurul Eka W. H           (1501046028)
Ahmad Dini Faiza        (1501046029)
          Yessi Anggraeni N. D  (1501046030)


JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015


I.                PENDAHULUAN
Selama ini tasawuf hanya diketahui oleh orang orang tertentu saja untuk membantu masyarakat agar bisa mengenal tasawuf. Baik masyarakat kelas menengah maupun kelas elite (perkotaan), Mereka membutuhkan pengajaran dan sentuhan spiritual, tetapi pada kenyataaanya kehidupan sekarang ini jauh dengan kehidupan yang bersifat spiritual. Maka dari itu untuk mencapai salah satu tujuan tasawuf, yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mendapatkan ketenangan jiwa, masyarakat tersebut harus menemempuh suatu jalan, jalan tersebut yang dimaksud dengan thariqat.
Tarekat dan sufisme merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cenderung menjangkau dalam kehidupan masyarakat. Gejala gaya sufistik mulai digandrungi oleh sebagian orang yang selama ini dianggap bertentangan dengan kondisi gaya hidup mereka terutama di daerah perkotaan[1]. Gejala ini bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang belum terpenuhi oleh ibadah rutin.  Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian thariqat, sejarah dan perkembangan thariqat, macam-macam thariqat, dan hubungan thariqat dalam tasawuf.

I.                   PEMBAHASAN

A.    Pengertian Thariqat
Thariqat menurut bahasa adalah jalan, cara, keyakinan, kedudukan. Menurut Kamus A Dictionary of Egyption Arabic oleh Martin Hinds dan El-Said Badawi, Lubnan, 1986 menyatakan bahwa thariqat ialah way (cara atau jalan) dan method. Thariqat mempumyai makna dan maksud mengikuti tujuan dan konteks penggunaannya. Thariqat secara terminologis adalah jalan yang harus ditempuh oleh setiap calon sufi dalam tujuan berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Thariqat pada perkembangan selanjutnya, mengandung arti organisasi. Menurut Tirmingham, thariqat adalah suatu metode praktis untuk menuntun atau membimbing seorang murid secara berencana dengan jalan pikiran, perasaan, dan tindakan. Menurut Al-Jurzani dalam At-Ta’rifat, thariqat adalah jalan atau tingkah laku tertentu bagi orang-orang yang beribadah kepada Allah SWT, dengan melalui manzilat (tempat) dan meningkat ke maqamat (posisi) yang lebih tinggi.[2] Thariqat tidak hanya pada suatu metode praktis tetapi juga sebagai lembaga bimbingan calon shufi, yang unsurnya adalah guru (syekh, mursyid),perjanjian antara guru dan murid (baiat), doa dan wirid khusus, adanya penyebaran oleh bekas murid setelah mendapat ijazah  dari gurunya dengan silsilah yang diakui kebenaranya sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Guru didalam thariqat adalah orang yang paling berpengaruh, ia mempunyai wewenang yang sangat luas.[3]
   Dapat dijelaskan bahwa thariqat adalah salah satu cara atau jalan yang harus ditempuh dalam pelaksanaan syariat agar manusia dapat sampai pada hakikat dan makrifat. Tujuan thariqat adalah sebagai sarana melatih diri dan perjuangan  melawan hawa nafsu, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisikan sifat-sifat terpuji, mewujudkan perasaan ingat kepada Allah melalui beberapa amalan, meraih ma qam ma’rifah, dan tujuan hidup yang hakiki.[4]


B.     Unsur-Unsur Tarekat
Dalam tarekat, setidaknya ada lima unsur penting yang menjadi dasar terbentuknya sebuah tarekat. Kelima hal tersebut adalah:
1.      Mursyid
Mursyid adalah dianggap telah mencapai tahap mukasyafah, telah terbuka tabir antara dirinya dan Tuhan. Mursyid atau guru atau master atau pir bertugas menemani dan membimbing para penempuh jalan spiritual untuk mendekati Allah, seperti yang terjadi pada diri sang guru. Guru spiritual itu kadang disebut dengan istilah thayr al-quds (burung suci) atau Khidir. Dalam tarekat, bimbingan guru yang telah mengalami perjalanan rohani secara pribadi dan mengetahui prosedur-prosedur setiap mikraj rohani adalah sangat penting.[5]
2.      Baiat
Baiat atau talqin adalah janji setia seorang murid kepada gurunya, bahwa ia akan mengikuti apa pun yang diperintahkan oleh sang guru, tanpa “reserve”.[6]
3.      Silsilah
Silsilah tarekat adalah “nisbah”, hubungan guru terdahulu sambung-menyambung antara satu sama lain sampai kepada Nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang diambil dari guru-guru itu harus benar-benar berasal dari Nabi. Kalau tidak demikian halnya berarti tarekat itu terputus dan palsu, bukan warisan dari Nabi.[7]
4.      Murid
Murid atau kadang disebut salik adalah orang yang sedang mencari bimbingan perjalanannya menuju Allah. Dalam pandangan pengikut tarekat, seorang yang melakukan perjalanan rohani menuju Tuhan tanpa bimbingan guru yang berpengalaman melewati berbagai tahap (maqamat) dan mampu mengatasi keadaan jiwa (hal) dalam perjalanan spiritualnya, maka orang tersebut mudah tersesat.[8]
`           5.      Ajaran
Ajaran adalah praktik-praktik dan ilmu-ilmu tertentu yang diajarkan dalam sebuah tarekat. Biasanya, masing-masing tarekat memiliki kekhasan ajaran dan metode khusus dalam mendekati Tuhan. Guru-guru tarekat yang sama mengajarkan metode yang sama kepada murid-muridnya.[9]



C.      Sejarah Thariqat
  Thariqat juga merupakan salah satu bagian dari tasawuf. Para shufi mengajarkan ajaran pokok tasawuf yaitu syariat, thariqat, hakikat, dan makrifat yang pada akhirnya masing-masing ajaran tersebut berkembang menjadi satu aliran yang berdiri sendiri.[10]
  Menurut Muhammad al-Aqqad tasawuf berasal dari Islam karena sudah ada dasarnya dalam ayat-ayat al-Qur’an sehingga diakui sebagai ajaran yang benar.Martin Van Bruiness melakukan penelitian yang menyatakan bahwa thariqat belum ada sebelum abad ke-8 H atau 14 M, berarti bahwa thariqat merupakan sebuah ajaran baru yang tidak ada dalam ajaran Islam yang asli. Namun ternyata ajaran-ajaran pokoknya memiliki keterkaitan yang kuat samapai pada Rosulullah.[11]
Al-Tafftazani dalam karyanya al-madkhol Ila al-Tasawuf al-Islam, mengemukakan bahwa banyak muncul para shufi yang bergabung dengan seorang syaikh dan tunduk di bawah peraturan tertentu. Penemuan ini dinisbahkan oleh para shufi terakhir dengan sebutan thariqat. Menurut H.A Harvey Siregar dalam bukunya Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, yang menempatkan thariqat sebagai suatu aliran atau ordo tasawuf . Jika ditinjau dari istilah thariqat dalam terminology tasawuf adalah gaya yang di tempuh seorang shufi dalam memahamai, menghayati, dan mengamalkan seluruh aspek ajaran Islam agar ia selalu berada dekat dengan Tuhan. Menurut Hamzah Ya’qub, timbulnya thariqat di sebabkan oleh bebrapa factor, yaitu Rosulullah SAW mengemukakan bahwa Islam akan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian-bagian yang jumlahnya lebih banyak dari kaum Yahudi dan Nasrani. Telah terbukti yaitu dengan timbulnya aliran-aliran , madzab fiqih dan aliran tasawuf dengan nama thariqat.[12]
Menurut Azyumardi Azra, tidak dapat dikatakan bahwa thariqat bersal dari agama Kristen, Budha atau yang lainya karena setiap agama itu mempunyai ajaran spiritual masing-masing. Adanya perbedaan  dalam ayat-ayat yang berkaitan dengan tasawuf, misalnya tentang Tuhan dengan mahluk. Ada yang memahami Tuhan ini dapat bersaatu dengan mahluk (al-Ittihad). Tuhan dapat bertempat di dalam mahluk (al-Hulul) dan ada pula yang memahami bahwa mahluk tetap mahluk dan Tuhan tetap Tuhan dan tidak dapat bersatu, karena berlainan zat dan kedudukan. Perbedaan pendapat ini tidak dapat di kompromikan begitu saja, maka masing-masing mereka membuat pahamnya sendiri melalui thariqat.[13]


D.    Jenis-jenis Thariqat di Indonesia

1.      Thariqat Qodiriyah
Tarekat Qodiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qodir Jaelani (1077-1166).[14] Thariqat ini menempati posisi yang amat penting dalam sejarah spiritualitas Islam karena tidak saja sebagai pelopor lahirnya organisasi thariqat, tetapi juga cikal bakal muculnya berbagai cabang thariqat di dunia Islam. Kendati struktur organisasinya baru muncul bebrapa dekade setelah wafatnya, semasa hidup Syaikh Abdul Qadir telah memberikan pengaruh yang amat besar pada pemikiran dan sikap umat Islam. Beliau di pandang sebagai sosok ideal dalam keunggulan dan pencerahan spiritual. Namun, generasi selanjutnya mengembangkan sekian banyak legenda yang berkisar pada aktifitas spiritualnya, sehingga muncul berbagai kisah ajaib tentang beliau.[15]
2.      Thariqat Syadziliyah  
Thariqat Syadziliyah tak dapat di lepaskan hubungannya dengan pendirinya, yakni Abu al-Hasan al-Syadzili. Selanjutnya nama thariqat ini dinisbahkan kepada namanya Syadziliyah yang mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan thariqat-thariqat lain. Secara lengkap nama pendiri adalah ‘Ali bin Abdullah bin’Abd al-Jabar Abu al-Hasan al-Syadzili. Silsilah keturunanannya mempunyai hubungan dengan orang-orang  garis keturunan Hasan bin Ali bin  Abi Thalib, dan demikian berarti  juga keturunan Siti Fatimah, anak perempuan Nabi Mhammad Saw. Al-Syadzili sendiri pernah menuliskan silsilah keturunan  sebagai berikut: ‘Ali bin Abi ‘Abdullah bin ‘Abd. Jabar bin Yusuf bin Ward bin Batthal bin Ahmad bin Muhammad bin ‘Isa bin Muhammad bin Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib.[16]
3.      Thariqat Naqsyabandiyah
Pendiri Thariqat Naqsyabandiyah adalah seorang pemuka tasawuf terkenal yakni, Muhammad bin Muhammad Baha’ al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandiyah (717 h/1318 M-791 H/1389), dilahirkan di sebuah desa Qashrul Arifah, kurang lebih 4 mil dari Bukhara tempat lahir Imam Bukhari. Ia berasal dari keluarga dan lingkungan yang baik. Ia mendapat gelar Syah yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai sorang pemimpin spiritual. Setelah ia lahir segera ia dibawa oleh ayahnya kepada Baba al-Samasi yang menerimanya dengan gembira. Ia biasa disebut Naqsyabandi diambil dari kata Naqsyaband yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan lukisan kehidupan yang gaib-gaib.[17]  Ia belajar tasawuf kepada Baba al-Samasi ketika berusia 18 tahun. Kemudian ia belajar ilmu  thariqat kepada sorang quthb di Nasaf, yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371). Kulal adalah seorang khalifah Muhammad Baba al-Samasi. Selain itu Naqsyabandiyah pernah juga belajar pada seorang arif bernama al-Dikkirani selama sekitar satu tahun. Ia pun pernah bekerja untuk Khalil penguasa Samarkand, kira-kira selama dua belas tahun. Ketika sang penguasa digulingkan pada tahun 748/1347 M,ia pergi ke Ziwartun. Disana ia menggembalakan binatang ternak selama tujuh tahun, dan tujuh tahun berikutnya  dalam pekerjaan perbaikan jalan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari pendidikan dan pembinaan mistisnya untuk memperdalam sumber-sumber rasa kasih sayang dan cinta kepada sesama manusia serta membangkitkan  perasaan pengabdian dalam memasuki lingkungan mistis.[18]


4.      Thariqat Khalwatiyah
Thariqat Khalwatiyah di Indonesia banyak di anut oleh suku Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, atau di tempat-tempat lain. Dimana suku itu berada seperti di Riau, Malasyia, Kalimantan Timur, Ambon, dan Irian Barat. Nama Khalwatiyah diambil dari nama seorang shufi ulama dan pejuang Makassar abad ke-17, Syaikh Yusuf al-Makasari al –Khalwati Muhammad Nur al-Khalwati al-Khawa Rizmi (w. 751/1350), yang sampai sekarang masih sangat dihormati. Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari thariqat ini yang hadir bersama. Keduanya dikenal dengan nama Thariqat Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Pengikut kedua cabang thariqat ini secara keseluruhan 5% dari penduduk provinsi yang berumur di atas 15 tahun, pengikut yang berada di Maros mencapai dua pertiga dari jumlah penduduk dewasa di daerah tersebut.[19]
5.      Thariqat Syattariyyah
Thariqat Syattariyyah : nama Syattariyyah di ambil dari Syaikh ‘Abd Allah al-Syathari (w. 890 H/1485 M), seorang ulama’ yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Syihab al-Din Abu Hafsh, ‘Umar Suhrawardi (539-632 H/1145-1234 M), ulama’ sufi yang mempopulerkan Thariqat Suhrawardiyah, sebuah thariqat yang awalnya didirikan oleh pamanya sendiri, Diya’ al-Din Abu Najib al-Suhrawardi (490-563 H/1079-1168 M). Thariqat Syattariyyah di kenal sebagai sebuah thariqat yang dinamis, sebagian peneliti menganggap thariqat ini memperkuat ajaran ‘neosufisme’ yang tetap mempertahankan pentingnya pelaksanaan syari’at, sesungguhnya demikianlah thariqat muktabrah pada umumnya. Thariqat ini disebarkan di Indonesia oleh Syaikh ‘Abd al-Ra’uf Singkel dan kemudian untuk daerah pemijahan oleh Syaikh ‘Abd al-Muhyi.[20]
6.      Thariqat Sammaniyah
Thariqat Sammaniyah didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd al-Karim al-Madani al-Syafi’I al-Samman (1130-1189/1718-1775). Ia lahir di Madinah. Di kalangan murid dan pengikutnya, ia lebih di kenal dengan nama al-Sammani atau Muhammad Samman. Sambil mengajar di Sanjariyah, tampaknya Syaikh Samman banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah bersejarah milik Abu Bakar al-Shidiq. Syaikh Samman sebenarnya tidak hanya menguasai bidang thariqat saja tetapi bidang-bidang ilmu Islam lainya. Ia belajar hukum Islam ke lima ulama’ fiqih terkenal : Muhammad al-Daqqaq, Sayyid ‘Ali al-‘Aththar, ‘Ali al-Kurdi, ‘Abd al-Wahhab Al-Thanthawi (di Makkah) dan Said Hilal Al-Makki. Ia juga pernah berguru ke Muhammad Hayyat, seorang muhaddist dengan reputasi lumayan di Haramyn dan diangkat sebagai penganut Thariqat Naqsyabandiyah. Selain Samman yang berguru kre Muhammad Hayyat adalah juga Muhammad bin’Abd al-Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri Wahhabiyah.[21]
7.      Thariqat Tijaniyyah
Thariqat Tijaniyyah didirakan oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Tijani      (1150-1230 H/1737-1815 M), yang lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko, dalam usia 80 tahun. Walaupun sebagian orang menganggap bahwa thariqat ini eksklusif namun dewasa ini, thariqat Tijaniyyah tersebar luas di seluruh Indonesia, dengan paling banyak berada di wailayah Jawa Barat, Jawa Tenagah, dan Jawa Timur. Basis jemaah Thariqat Tijaniyyah ada di tiap-tiap wialayah Jawa Tengah, sementara di Surabaya, Probolinggo, dan Madura sebagai basisi wilayah di Jawa Timur.[22]
8.      Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah
Thariqat Naqsyabandiyah, sebagai sebuah thariqat gabungan dari dua thariqat terutama di duna Islam, yaitu Thariqat Qadariyah dan Thariqat Naqsyabandiyah, sebuah thariqat temuan asli orang Indonesia asli yakni Syaikh Khatib Sambas. Kitabnya yang berjudul Fath al-‘Arifin menjadi sumber rujukan para penerusnya di kemudian hari K.H. A Shahibulwafa Tajul ‘Arifin (dikenal pula denagn nama Abah Anom), Syaikh Mursyid TQN Suryalaya di kenal sebagai figur yang dinamis dalam mengajarkan dzikir, salah satu adalah untuk rehabilitasi penyalahgunaan obat dan narkoba. TQN Suryalaya ini telah mempunyai banyak cabang di manca negara, bahkan wakil talqin dari Abah Anom pernah menalqin ikhwan dan akhwat di Wangshinton DC dan London. Selain itu silsilah TQN di Jawa Tengan berpusat di Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen dan Pondok Darul Ulum, Jombang Jawa Timur.[23]

E.     Hubungan Thariqat dengan Tasawuf
Di dalam ilmu tasawuf, istilah thariqat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh thariqat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh thariqat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada di dalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah. Di dalam thariqat yang sudah melembaga, thariqat mencakup semua aspek ajaran Islam seperti: shalat, zakat, puasa, jihad, haji dan lain lain, ditambah pengamalan serta seorang syekh. Akan tetapi, semua itu terikat dengan tuntunan dan bimbingan seorang syekh melalui bai’at. Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan di bawah bimbingan seseorang guru atau syekh. Ajaran tasawuf yang harus ditempuh untuk mendekatkan diri kepada Allah merupakan hakikat yang sebenarnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan thariqat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa thariqat adalah tasawuf yang telah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.[24]

II.                KESIMPULAN
Thariqat adalah salah satu cara atau jalan yang harus ditempuh oleh manusia agar manusia dapat sampai pada tingkatan hakikat dan makrifat. Cara tersebut bisa dengan melawan hawa nafsu, membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan mengisikan sifat-sifat terpuji, mewujudkan perasaan ingat kepada Allah melalui beberapa amalan dan doa. Thariqat juga merupakan salah satu ajaran tasawuf. Para shufi mengajarkan ajaran pokok tasawuf yaitu syariat, thariqat, hakikat, dan makrifat yang pada akhirnya masing-masing ajaran tersebut berkembang menjadi satu aliran yang berdiri sendiri Unsur-unsur terpenting dalam thariqat ada lima: 1. Mursyid (guru), 2. Baiat (janji setia), 3. Silsilah (hubungan antar guru), 4. Murid, dan 5. Ajaran.
      Jenis-jenis thariqat yang muktabarah di Indonesia yaitu: Thariqat Qodiriyah, Thariqat Syadziliyah, Thariqat Naqsyabandiyah, Thariqat Khalwatiyah, Thariqat Syattariyyah, Thariqat Sammaniyah, Thariqat Tijaniyyah, Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyah, dan masih banyak lagi thariqat-thariqat yang berada diluar Indonesia. Sedangkan hubungan antara thariqat dengan tasawuf,  tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan thariqat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Nata,Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Rajawali, 2012.
Nasiruddin, Mohammad ,Pendidikan Tasawuf, Semarang: Rasail Media Group,2010.
Rusli,Ris’an,  Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali, 2013.
Napiah,Othman, Pengantar Ilmu Tasawuf, Kuala Lumpur : Universiti Teknologi Malaysia, 2001.
Ilham,Arifin, Tarikat Zikir dan Muhammadiyah, Bandung : PT Mizan Publika, 2004.
Mulyati,Sri, Mengenal dan MemahamiTarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005.
Sholihin, Muhammad, Dkk,  IlmuTasawuf, Bandung : CV PustakaSetia, 2008.
Al-Barmar,Khalili, Ajaran Tarekat, Surabaya: Bintang Remaja, 1990.
Burhani, Ahmad Najib, Tarekat tanpa Tarekat. Jakarta: Serambi Ilmu SemestaBurhani, 2002








































[1]Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Pers, 2013 Jakarta: Rajawali), hlm 183.
[2]Arifin Ilham, Tarikat Zikir dan Muhammadiyah, (Bandung : PT Mizan Publika, 2004), hlm 6-7
[3]Mohammad Nasiruddin,Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail Media Group,2010), hlm 115-116
[4]Othman Napiah, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Kuala Lumpur : Universiti Teknologi Malaysia, 2001), hlm
[5] Ahmad Najib Burhani, Tarekat tanpa Tarekat, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2002), hlm 36
[6] Ibid
[7] Ibid
[8] Ibid,  37
[9] Ibid
[10]Khalili al-Barmar, Ajaran Tarekat, (Surabaya: Bintang Remaja, 1990), hlm 17.
                [11]Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, (Pers, 2013 Jakarta: Rajawali), hlm 187. 
[12]Ibid, 188.

[13]Ibid, 191.
[14] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali, 2012), hlm 273
[15]Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm 26.
[16]Ibid, hlm 57.
[17] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali, 2012), hlm 274
[18]Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm 90
[19] Ibid, hlm 117.
[20] Ibid, hlm 153.
[21]Ibid, hlm 182.
[22] Ibiid, hlm 402.
[23] Ibid hlm 403.
[24]M. Solihin, Rosihon Anwar Abd. Djaliel, IlmuTasawuf, (Bandung : CV PustakaSetia, 2008), hlm 205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar