Kesenian
Budaya Kuda Lumping di Desa
Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten
Kendal
Laporan Penelitian
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Antropologi
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Misbah
Zulfa Elizabeth, M.Hum
Disusun
Oleh ;
Ainurrika Nadhifa (1501046033)
Ahmad Dini Faiza
R (1501046029)
Saiful Amin (15010460)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kebudayaan Indonesia
telah diakui mempunyai nilai-nilai luhur. Hal ini dapat diamati melalui
peningalan sejarah yang masih ada, banyak peningalan candi-candi di Indonesia
antara lain berupa candi Prambanan, candi Borobudur dan lain sebagainya.
Sementara itu peninggalan kerajaan ada juga, misalnya bentuk-bentuk kesenian,
peralatan uapcara dan sebagainya. Benda-benda tersebut mempunyai nilai seni
yang adi luhung. Benda bernilai seni
tersebut sudah sejak lama dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia, yang
dimotivasikan oleh kehidupan keagamaan. Pada saat-saat tertentu mereka
mengadakan acara tertentu, yang dilengkapi dengan tarian atau kesenian yang
masih sangat sederhana. Makin lama bentuk kesenian tersebut menjadi pola
tertentu, sehingga menjadi bentuk kesenian tradisional.[1]
Kesenian Budaya Kuda Lumping
merupakan salah satu warisan budaya
peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa dalam bentuk kesenian
tradisional. Kesenian Kuda Lumping terdapat di pelbagai wilayah di Indonesia,
dengan versi yang berbeda-beda, namun ada pendapat bahwa kesenian Kuda Lumping
yang ada di Jawa tengah mempunyai mutu yang terbaik. Pada umunya kesenian Kuda
Lumping dikenal sebagai keenian rakyat’’Folk
Art’’, dan digemari oleh kebanyakan
masyarakat bawah.[2]
Karena kesenian kuda lumping merupakan kebudayaan, maka tentunya memiliki makna
dan nilai yang dikomunikasikan melalui lambang-lambang atau symbol-simbol,
didalmnya terdapat tiga kata kunci yaitu yang pertama, makna berarti pandangan
hidup pelaku kebudayaan. Kedua, nilai adalah pandangan berharga sehingga layak
digengam mulai dari fifsik, instrument yang berfungsi sebagai alat atau sarana
dan yang bernilai sebagai tujuan. Ketiga, symbol atau lambang merupakan tanda
yang disepaki untuk mempertasikan etensitas tertentu.[3]
Kesenian Kuda Lumping
merupakan kesenian tradisonal yang digemari oleh masyarakat, hal ini
dikarenakan kesenian kuda lumping mampu hadir dalam bentuk kesenian yang
menyenangkan semua lapisan masyarakat dan laku dijual dalam bentuk hiburan.
Keberadaan kesenian kuda lumping yang saat ini masih tetap lestari, tentunya
mempunyai sesuatu yang membuat orang tertarik untuk menjaga, melihat,
mendengar, salah satunya yang membuat orang tertarik adalah keindahanya.
Kesenian Kuda Lumping
adalah kesenian tradisional yang memadukan berbagai unsure seni, yaitu: pertama, seni music yang terdiri dari :
jadur, gong, kendang, boning dan alat perlekap lainya. Kedua, seni gerak yaitu tarian-tarian. Ketiga, seni suara yang berwujud tembang dan syair. Dengan demikan kesenian
kuda lumping dapat dinikmati dengan indera kita sehingga kita dapat menikmati
dan merasakan keindahanya, selain itu kita juga dapat meresapinya melalui
penghayatan dan pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian
Kuda Lumping tersebut. Kesenian Kuda Lumping merupakan salah satu budaya peninggalan
nenek moyang masyarakat Jawa dalam bentuk kesenian tradisional yang di dalamanya
dipengaruhi oleh unsure-unsur Islami sebagai akiabat dari akulturasi kebudayaan.
Sehingga didalamnya terkandung makna-makna Islami sebagai pesan yang
dikomunikasikan melalui bentuk keindahan
sebuah kesenian tradisonal.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
singkat dari latar belakang diatas, ada bebrapa pokok masalah yang akan
dikaji dalam penelitian ini sebagaai
berikut:
1.
Seperti apa realitas masyarakat di Desa
Getas ?
2.
Jenis pengembangan masyarakat apa yang
ada di Desa Getas?
3. Bagaimana
kondisi awal masyarakat Desa Getas?
4. Sejarah
adanya Kesenian Budaya Rebana dan Kuda Lumping di Desa Getas?
5. Bagaimna
pandangan masyarakat di Desa Getas mengenai
Kesenian Budaya Kuda Lumping ?
6. Apa
nilai yang terkandung dalam Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas?
7. Bagaimana
cara masyarakat Desa Getas mengabadikan
Kesenian Budaya Kuda Lumping ?
8. Bagaimana
kondisi masyarakat di Desa Getas?
9. Apa
pendapat kelompok kami mengenai Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas?
C.
Tujuan
Dan Manfaat Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini dilakukan diantaranya:
1. Mengetahui budaya-budaya
Indonesia yang beranekaragam dan memberikan sesuatu yang mencerminkan
identitas suatu daerah tersebut.
2. Mengetahui
betapa pentingnya sebuah tradisi suatu daerah yang dimiliki oleh masyarakat
tersebut.
3. Mengetahui
betapa pentingnya menjaga kebersamaan dan kekompakan dalam sebuah kebudayaan.
Menggali
sejauh mana dari tujuan diadakan penelitian tadi maka, adapun manfaat
dari penelitian diantaranya:
1. Bagi
peneliti sendiri , dapat mengetahui suatu kebudayaan yang ada disuatu daerah
yang ada sehingga dapat mengembangkan
kembali tentang penelitian mengenai kebudayaan.
2. Memotivasi
bagi masyarakat agar dapat menjaga sebuah kebudayaan agar tidak hilang dimakan
oleh waktu dan dapat diturunkan oleh anak- cucunya.
3. Perlunya
kesadaran dan kepedulian dari mahasiswa terhadap kebudayaan.
D.
Metode
Penelitian
Dalam mengadakan suatu penelitian, pastilah
diperlukan adanya metode tertentu, baik dalam pengumpulan data maupun dalam pengolahanya. Metode adalah cara
bertindak dalam upaya agar kegiatan
penelitian dapat terlaksana secara rasional, terarah dan mencapai hasil yang
optimal.[4] Adapun
metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data-data dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis
penilitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
lapangan atau yang sering dikenal dengan field
research dengan menggunakan pendektan kulitatif. Ini merupakan sebuah
proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau maslah manusia,
berdasarkan pada penciptaan gambar holistic yang membentuk kata-kata,
melaporkan pandangan informasi secara terperinci, dan disusun dalam sebuah
latar ilmiah.[5]
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan, penelitian ini mengambil lokasi di
Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.
2. Metode
Interview atau Wawancara
Disini kelompok kami melakukan interview
(wawancara) terhadap Bapak Tugiono Selaku pimpinan Kesenian Budaya Kuda Lumping Di Dusun Getas Rt 02/ Rw
07 Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.
Informasi yang ingin kami peroleh adalah
mengenai seperti apa realitas masyarakat sebelum adanya kesenian budaya Kuda Lumping,
bagaimana kondisi awal masyarakat sebelum adanya kesenian budaya Kuda Lumping
tersebut, asal-usul adanya kesenian budaya Kuda Lumping, bagaimana pandangan
masyarakat Di Dusun Getas setelah adanya kesenian budaya Kuda Lumping, bagaimana
cara masyarakat mengabadikan Kesenian Budaya Kuda Lumping.
3. Metode
Observasi
Kelompok kami melakukan pengumpulan data
dengan cara mengamati dengan terlibat langsung terhadap obyek yang diteliti
langsung dan mencatat secara sisitematik
fenomena-fenomena yang akan diselidiki. Kelompok kami menggunakan teknik
observasi langsung yaitu pengumpulan data, dimana kelompok kami melakukan pengamatan secara langsung terhadap
obyek yang diteliti. Dan pengamatan ini dilakukan dalam situasi yang sebenarnya
di lokasi Di Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.[6]
4. Metode
Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah memperoleh data-data
dari dokumen-dokumen seperti foto-foto yang ada pada saat kelompok kami
melakukan penelitian dan untuk mengetahui kondisi umum yang meliputi letak geografis Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Realitas
Masyarakat di DesaGetas.
Pada hari Kamis, tanggal 5 Mei
2016, tepat pukul 10:30 wib kelompok V
yang terdiri dari Ahmad Dini Faiza Rosyadi, Ainurrika Nadhifa, dan M. Saiful
Amin melakukan penelitian di Kecamatan
Singorojo tepatnya di Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal. Daerah
ini berada sebelah Selatan dari Kabupaten Kendal dan kurang lebih sekitar 10 Km
dari pusat kota.
Perjalanan dari Boja menuju ke Dusun
Getas kurang lebih membutuhkan waktu 30 menit, dengan kondisi jalan yang
berlika-liku, naik-turun dan jalan yang sangat rusak kondisi jalan mungkin
tidak layak untuk dilewati dan disepanjang jalan kami juga bisa menikmati
keindahan dan kesegaran udara yang ada disekitar perhutanan karet.
Gambar1.1 dokumen pribadi
Gambar 1.2 dokumen pribadi
Sesampainya disana kami bertransit
dirumah nenek Ainurrika Nadhifa untuk beristirahat dan mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan, sebelum
melakukan wawancara penelitian. Sebelum kami menuju kelokasi yang akan kami
tuju kami berbincang-bincang dahulu dengan paman Ainurrika yang kebetulan
menjabat sebagai Kadus (Kepala Dusun). Kami diberi arahan untuk melakukan
penelitian dirumah bapak Tugiono (sebagai narasumber dalam penelitian kami).
Rumah penduduk disana tidak terlalu padat seperti dikota, suasananyapun masih
asri sekali, suasana adat disana sangat kental karena dusun Getas tersebut lokasinya yang jauh dari
perkotaan dan masih di daerah pedalaman yang dikelilingi dengan hutan karet.
Jalanyapun masih banyak yang rusak. Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas
termasuk wilayah Kecamatan Singorojo
dengan luas wilayah Kelurahan Getas 4,68 km2 .
Jumlah penduduk mencapai 5.392
lebih jiwa penduduk tetap. Keseharian masyarakat Kelurahan Getas adalah sebagai
buruh pabrik karet dan ada juga yang sebagai petani karet dan petani padi karena letak Desa Getas
yang terletak jauh dari perkotaan dan dekat dengan gunung. Udara disana terasa
sangat sejuk.
Batas wilayah/ batas Dusun getas Desa
getas Kecamtan Singorojo Kabupaten Kendal.
a) Batas
Utara : Dusun Truko
b) Batas
Timur :
Dusun Bleder
c) Batas
Selatan :
Dusun Genting
d) Batas
Barat :
Dusun Jolinggo
Pembagian wilayah Dusun Getas Desa Getas
Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, yaitu:
a) Jumlah
Dusun :
- Dukuh
b) Jumlah
Rukun Warga : 4 RW
c) Jumlah
Rukun Tetangga : 26 RT
Gambar
1.3 Google Maps
Gambar
1.4 Google Maps
B.
Jenis
pengembangan masyarakat di Desa Getas.
Jenis pengembangan masyarakat yang ada
di Dusun Getas Rt 02/Rw 07 Desa Getas Kec. Singorojo Kab. Kendal adalah tentang seni budaya Rebana dan seni
budaya Kuda Lumping. Sebetulnya pengembangan masyarakat disana sangat banyak.
Tapi kelompok kami ingin meneliti tentang pengembangan kesenian budaya Kuda
Lumping. Karena daerah sana sangat terkenal mengenai kesenian budaya Kuda Lumping
dan kesenian Kuda Lumping ini masih tetap axsis sampai sekarang. Nama grup dari
kesenian budaya kuda lumping di Desa Getas yaitu’’wahyu utomo’’. Pemain Kuda Lumping sekitar 40 orang lebih yang
dibutuhkan.diantaranya adalah pemain alat musik Jawa, penari latar atau
pembuka( yang dilakukan oleh anak-anak) , penari Kuda Lumping inti, dan penari
barongan.
C.
Kondisi
Awal Masyarakat Desa Getas.
Kondisi masyarakat sebelum adanya kesenian budaya Rebana dan kesenian budaya
Kuda Lumping masyarakat sekitar ada yang sebagai karyawan di pabrik karet dan ada juga yang pengepul dan buruh dikebun
karet. Kondisi masyarakat saat itu masih biasa-biasa saja belum mengerti banyak
tentang kesenian budaya. Suasana di kampung pada saat itu masih monoton dan
terlihat sepi, kurang adannya kebersamaan dan keraketan antar warga. Akhirnya ada salah satu warga Dusun Getas
yaitu Bpk. Tugiono mempunyai inisiatif ide. Karena Bapak Tugiono merasa
perihatin dengan keadaan masyarakat setempat.akhirnya Bapak Tugiono
mengumpulkan para perangkat desa dan sesepuh yang ada di Dusun Getas untuk
bermusyawarah tentang ide dari Bapak Tugiono yaitu kesenian budaya Rebana. Pada
awalnya ide Bapak Tugiono hanyalah Kesenian
Rebana saja dan pada saat itu masalah yang dihadapi adalah tentang biaya
untuk membeli alat rebana dan akhirnya para perangkat dan sesepuh desa iuran
untuk membeli alat rebana.
Gambar
1.5 kondisi desa Getas
Gambar 1.6 . Dokumen pribadi ( pekerja karet)
D.
Asal-usul Kesenian Budaya Rebana dan Kuda Lumping di Desa Getas.
Asal-usul adanya kesenian budaya Rebana dan Kuda Lumping di Dusun Getas
adalah dulu sekitar tahun 1997-an dengan kesepakatan para perangkat dan sesepuh
desa setempat, maka tebentuklah group rebana untuk mengisi rutinan pengajian di
Mushola terdekat. Kesenian rebana lambat laun berkembang sangat pesat dan
biasanya mengisi acara pengajian, hajatan nikah dan sunatan. Setelah kurang
lebih hampir 2 tahun dikelola Bapak Tugiono akhirnya kesenian rebana tersebut
dipasrahkan kepada para Ustadz-ustadz yang mengajar di TPQ untuk meneruskan dan mengembangkan kesenian
buadaya Rebana tersebut. Tetapi karena era globaisasi dan masyarakat sekitar
sudah mulai terpengaruh dengan adanya elektronik akhirnya kebudayaan rebana tersebut menjadi
fakum sampai sekarang.
Selain itu di Dusun Getas juga ada
kesenian budaya Kuda Lumping. Asal mula adanya Kuda Lumping di Dusun Getas
adalah ketika saat itu ada penduduk pendatang dari Borobudur, Yoyakarta yang
menetap di Dusun Getas, yang membawa tradisi kesenian ‘’kubro siswo’’ dari asalnya. Setelah adanya kesenian yang namanya ‘’kubro siswo’’ para tokoh dan masyarakat sekitar Dusun Getas bermusyawarah
dan akhirnya sepakat untuk membuwat sanggar kesenian budaya Kuda Lumping yang
didalamnya itu gabungan dari tari-tarian, musik-musik jawa, dan dikolaborasikan
dengan atraksi lainya. Berdirinya sanggar tersebut sekitar tahun 1998-an dan
sanggar tersebut di beri nama ‘’wahyu
utomo’’. Masyarkat Dusun Getas sangat berpartisipasi dengan adanya sanggar
tersebut, pemain-pemain yang terlibat dalam kesenian Kuda Lumping adalah
masyarakat sekitar Dusun Getas sendiri
yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua ikut
berpartisipasi dengan adanya sanggar
tersebut. Pemain Kuda Lumping itu sendiri berjumlah sekitar 44 orang yang terdiri dari penari dan pemain alat
music.
Sanggar tersebut melakukan latian setiap satu
bulan dua kali, bahkan pernah latihan sampai satu minggu empat kali karena ada
acara. Sanggar tersebut selain mengikuti lomba-lomba kebudayaan biasanya
kesenian kebudayaan kuda lumping
tersebut diundang dalam acara pernikahan, sunatan, dan karnaval 17-an, acara
festival Kuda Lumping dsb. Biasanya dana yang didapat hanya sebesar 2 juta, itu
pun tidak milik pribadi tetapi masuk
dalam kas. Padahal kostum penari dan pemain kuda lumping sendiri satu kostum
harganya mencapai lima juta. Awal mulanya seragam didapat dari iuran masyarakat
setempat. Dan biasanya satu kali manggung dari jam dua siang sampai jam enam
sore kalo yang malam jam tujuh sampai jam duabelas malam jadi ada dua shif.
Dengan ketelatenan dan keuletan para pelatih
dan masyarakat setempat. Sanggar tersebut pernah menjuarai berbagai perlombaan
di tingkat kabupaten bahkan sampai tingkat nasional di Jakarta. Membutuhkan
waktu yang sangat lama untuk menghasilkan kesenian budaya Kuda Lumping yang
cukup bagus untuk ditampilkan. Pelatihan penari sendiri membutuhkan waktu
kurang lebih 3 bulan dan membutuhkan kekompakan dalam memainkan kuda lumping
tersebut. Setiap satu minggu sekali latihan bahkan sampai seminggu empat
kali latiahan. Akhirnya kesenian sanggar
kuda lumping ini bukan sebagai penghasilan utama tetapi sebagai pendapatan
sampingan , sebagai hobi dan sebagai
salah satu untuk mempersatukan masyarakat di Dusun Getas.
Gambar
1.7. dokumen pribadi ( acara desa)
Gambar
1.8 Dokumen pribadi
Gambar 1.9
Dokumen pribadi
E.
Pandangan
Masyarakat Desa Getas tentang Kesenian Budaya Kuda Lumping.
Hasil observasi di lapangan dengan didkukung
hasil wawancara mendalam dengan Bapak Tugiiono selaku ketua paguyuban kesenian budaya kuda lumping ‘’wahyu utama’’, Masyarakat sekitar
sangat merespon baik dan setuju dengan adanya kesenian budaya tersebut.
Masyarakat juga mendukung mulai dari sesepuh desa sampai perangkat desa semua
mendukung tentang adanya kesenian budaya kuda lumping tersebut. Kareana kesenian kuda lumping berfungsi
sebgai media unutk melestarikan budaya jawa dan juga sebagai media untuk
mempersatukan masyaarakat dari berbagai kalangan dan status sosial.
Gambar 1.10. Dokumen pribadi (
wawancara)
F.
Nilai
yang Terkandung dalam Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas
Dengan adanya paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ nilai yang dikandung diantaranya nilai:
a. Nilai
Agama
Paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ dianggap dan dikenal oleh masyarakat sebagai
kesenian yang mengandung nilai-nilai keagamaan. Karena di dalamnya mengandung
makna-makna sebagaimana yang terkandung
dalam ajran agam Islam, seperti halnya syair-syair yang berbetuk sholawtan, yang pada dasaranya sebagai
sarana manusia untuk menganggungkan Nabi Muhammad Saw dan mendekatkan diri kepda
Allah SWT. Paguyuban seni Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ memliki corak yang berbeda
diantara grup-grup kesenian Kuda Lumping yang lain di daerahnya. Karena dalam
setipa pementasanya pada paguyuban ini selalu mengunakan nyanyian-nyaina yang
diantaranya berisikan lagu-lagu Jawa yang apabila, dicerna didalamnya terkandung
makna-makna yang terseirat serta ajaran-ajaran moral Islami yang
dikomunikasikan melalui sebuah kesenian tradisonal yaitu Kuda Lumping.
b. Nilai
Hiburan
Dalam pelaksanaanya ketika paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ tampil dalam acara maupun
kalau sedang latihan banyak masyrakat yang antusias ingin melihat dan itu menjadi hiburan masyarakat yang tidak
dipungut biaya atau gratis.
c. Nilai
Komunikasi
Ketika paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping
‘’wahyu utomo’’ tampil, banyak masyarakat
yang bertemu dalam forum tersebut
menjadikan sarana komunikasi bertemu masyarakat antar masyarakat ataupun
dengan pemerintah desa sehingga ketika ada maslah yang dialami oleh kelompok
Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ disampaikan
kepda pihak pemerintah dengan harapan memperoleh solusi atau jalan keluar.
d. Nilai Pelestarian Budaya
Pelestarian budaya ini dapat dilakukan dengan upaya tetap menjaga
seta mengembangkan unsur-unsur kebudayaaan. Proses pelestraian budaya ini
melalui tranmisi atau penyampaian pola-pola budaya dari satu generasi kepada
generasi selanjutnya. Ketika tampil maupun latihan banyak anak-anak dan
para pemuda yang ikut serta dalam kegiatan
tersebut dan menjadikan lestarinya kesenian budaya tersebut.
e. Nilai
Pendidiikan
Pembelajran
melalui pengalaman langsung terjadi proses pendidikan bagi masyarkat. Misalnya
ketika latihan dan mengajarkan kepada generasi satu ke generasi selanjutnya itu
juga temasuk mendidik agar generasi penerus faham mengeanai ajaran tersebut dan
mengerti nilai makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Dapat juga
menciptakan kebersaman, gotong royong, guyub, rukun, dan saling menghargai
sesama orang lain.
f. Nilai
Ekonomi
Secara
ekonomi ketika ada acara paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ tampil mempunyai nilai
ekonomi bagi para pemain maupun masyarakat
luas. Khusunya para pedagang yang ketika ada acara tersebut banyak para
penjual aneka mainan maupun makanan.
G.
Cara
Masyarakat Desa Getas Mengabadikan
Kesenian Budaya Kuda Lumping.
Dengan adanya kesenian kebudayaan
tersebut masyarakat sekitar semakin mengetahui
tentang adanya kesenian budaya
dan melestarikannya dengan cara mengajak masyarkat khususnya generasi muda
untuk ikut serta dalam hal tersebut. Supaya kesenian budaya Kuda Lumping tidak
lenyap di telan zaman yang serba modern seperti saat ini (mengenalkan kesenian
budaya kuda lumping sejak dini).
Dan pada saat ada kegiatan-kegiatan
desa, seperti sedekah bumi maupun kegiatan yang lainya. Paguyuban kesenian Kuda Lumping
‘’wahyu utama’’ selalu ditampilkan
sebagai hiburan utama setelah pewayangan. Guna untuk meramaikan dan memeriahkan kegiatan- kegiatan
yang ada di desa. Dengan tanpa bayaran.
H.
Kondisi
Masyarakat di Desa Getas Sekarang
Setelah adanya kesenian budaya Kuda Lumping
masyarakat yang ada di Dusun Getas mempunyai penghasilan tambahan tapi hasil
tambahan itu tidak seberapa ditimbang nilai-nilai yang terkandung dalam
kesenian budaya Kuda Lumping tersebut. Tidak hanya berupa matrial non matrial
juga ada. Masyarakat Dusun Getas semakin rukun antara warga satu dengan warga
yang lain saling kenal, tidak ada perselisihan antar sesama warga lebih rukun
dan sikap kegotong royongan di Dusun getas lebih melekat. Para pemuda-pemudi di Dusun Getas juga
menjadi terarahkan perilakunya ,sopan santunnya terhadap orang yang lebih tua
karena belum terlalu terpengaruhnya era globlalisasi sekarang yang semakin
keras. Dusun Getas dengan adaanya
paguyuban kesenian Kuda Lumping ‘’wahyu
utama’’ sekarang menjadi
terkenal.bukan hanya terkenal didalam kota saja melainkan terkenal sampai luar
kota juga. Bukan karena Kuda Lumpingnya saja melainkan sekarang banyak
wisata-wisata alam yang menjadi tujuan para wisatawan seperti perkebunan karet
sebagai sarana atau medan motor trax-trax dan air terjun.
I.
Pendapat
Kelompok Kami Mengenai Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas
Pendapat kelompok kami mengenai kesenian
budaya Kuda Lumping yang ada di Desa Getas. Ini termasuk kesenian budaya yang
hampir punah dan jarang kita temui di sekeliling kita. Ini merupakan kesenian
budaya yang langka dan masyarakat di Desa Getas sangat bagus sekali kegiatannya
mereka tidak segan menularkan ilmunya kepada anak-anak kecil dan remaja. Mengajarinya
dengan sabar supaya bisa mempelajari tarian, alat musik maupun gerakan Kuda Lumping.
Dengan adanya kesenian budaya Kuda Lumping
maka kesenian ini tidak akan punah tergerus oleh zaman. Itu adalah salah satu
cara yang paling baik untuk menumbuhkan rasa cinta peduli terhadap kebudayaan
yang ada di Indonesia. Saranya buat masyarkat umum diharapkan dukunganserta
menghargai kesenian budaya Kuda Lumping sebagai salah satu aset warisan budaya nenk
moyang bangsa Indonesia. Karena bagaimanapun juga bentuk kesenian Kuda Lumping
ialah merupakan identitas dan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang
patut untuk kita semua lestarikan.
Kesenian Kuda Lumping bukan merupakan kesnian
yang difungsikan untuk menyekutukan Allah atau menyambah pada selain
Allah(Syirik) , tetapi sebenarnya kesnian Kuda Lumping merupakan salah satu
bentuk kesenian yang berinteraksi dengan kebudayaan Islam yang mempengaruhi ,
dan didalamnya mengandung makna-makna Islami. Maka dari itu bagi seniman diharapakan untuk lebih meningkatkan
mutu dan kualitas serta tetap menjaga norma-norma yang berlaku dalam akidah
Islam.
Kepada instasi pemerintah diharapkan
agar dpat selalu membina dan mengembangkan kesenain budaya Kuda Lumping serta
memberikan arahan-arahan yang dialkukan secara kontiyu, sehinngga kesenian Kuda
Lumping tetap menjadi tontonan yang menarik dan sehat bagi masyarakat, serta
sebagai wahana kerukunan hidup masyarakat.
Gambar 1.11 Dokumen pribadi
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesenian kuda lumping
adalah kesinaian tradisoanal yang memadukan berbagai unsure seni, yaitu: pertama, seni music yang terdiri dari :
jadur, gong, kendang, boning dan alat perlekap lainya. Kedua, seni gerak yaitu tarian-tarian. Ketiga, seni suara yang berujud tembang dan syair. Kesenian kuda
lumping merupakan slah satu warisan budaya
peninggalan nenek moyang masayrakat jawa dalam bentuk kesenian
tradisional. Kesenian kuda lumping terdapat di berbagai wilayah di Indonesia,
dengan versi yang berbeda-beda, namun ada pendapat bahwa kesenian kuda lumping
yang ada di jawa tengan mempunyai mutu yang terbaik.
Salah satunya di dsn.
Getas, Singorojo ,Kendal. Disitulah kebudayaan kudalumping masih dikembangkan
sampai sekarang. Kebudayaan yang awalnya muncul karena dengan adanya kesepakatan
para sesepuh dan tokoh masyarakat yang akhirnya terbentuklah paguyuban kuda
lumping dengan nama “ wahyu utomo”.
Kondisi masyarakat
sekitar sebelum adanya paguyuban kesenian kuda lumping suasana disana masi
terasa sepi dan tidak berkembang seperti sekarang. Dan masyarakat sekitar
awalnya bekerja sebagai buruh pabrik karet dan petani biasa, dan dengan adanya
paguyuban kesenian kuda lumping tersebut masyarakat mempunyai penghasilan
sampingan dari memain kesenian kudalumping itu. Meskipun hasilnya tidak
seberapa ,tetapi masyarakat bisa menyalurkan bakatnya dan bisa mengembangkan
kebudayaan yang sekarang sudah hampir punah ditelan zaman.
Masyarakat disekitar
sangat antusias dengan terbentuknya paguyuban kuda lumping di dsn Getas
tersebut, bahkan perangkat Desa, tokoh masyarakat sangat mendukung dengan
adanya paguyuban kuda lumping . masyarakat molai dari anak-anak, remaja, dewasa
bahkan tua banyak yang berpartisipasi dengan menjadi pemain-pemain kuda lumping
tersebut.
Dengan adanya paguyuban
kudalumping tersebut, dsn Getas sekarang menjadi tidak sepi lagi dan kebersamaanya , ramah
tamahnya terbentuk dengan sendirinya. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam
adanya paguyuban kudalumping tersebut.
Pendapat kelompok kami mengenai kesenian
budaya Kuda Lumping yang ada di Desa Getas. Ini termasuk kesenian budaya yang
hampir punah dan jarang kita temui di sekeliling kita. Ini merupakan kesenian
budaya yang langka dan masyarakat di Desa Getas sangat bagus sekali kegiatannya
mereka tidak segan menularkan ilmunya kepada anak-anak kecil dan remaja. Bahkan
membangun kebersamaan , solidaritas yang tinggi terhadap sesame masyarakat.
Tugas kita bagi para pemuda untuk
menjaga budaya yang sudah hampir hilang ditelan zaman, dan mengembangkan
budaya-budaya yang dahulu sudah ada
untuk mewarisi generasi-generasi selanjutnya .
DAFTAR PUSTAKA
Lestari Rahayu Y Eni, dkk. Diskripsi Tari Angguk Puro, Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. 1994/1995
Soetrisman, dkk, Direktori
SEni Tradisi Jawa Tengah, Dewan Kesenian Jawa Tenagah. 2003
Strisno Mudji, Kisi-kisi
Estetika, Yogyakarta: Kanisius. 1999
Beker Anton, Metode-metodeFilsafat,
Jakarta: Graha Indonesia. 1986
Patilima Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:
Alfabeta. 2007
Surachmad, Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito.1985
[1]
Y. Eni Lestari Rahayu dkk. Diskripsi Tari
Angguk Puro, (Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, 1994/1995), hlm.1.
[2]
Soetrisman, dkk, Direktori SEni Tradisi
Jawa Tengah, (Dewan Kesenian Jawa Tenagah,2003,),hlm. 23.
[3]
Mudji Strisno, Kisi-kisi Estetika, (Yogyakarta:
Kanisius,1999), hlm. 60.
[4]
Anton Beker, Metode-metodeFilsafat, (Jakarta:
Graha Indonesia, 1986), hlm. 10.
[5]
Hamid Patilima, Metode Penelitian
Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2007), hlm. 2-3.
[6]
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian
Ilmiah, (Bandung: Tarsito,1985), hlm. 163.
BOLEH MINTA FILE BUAT REFERENSI SKRIPSI GAK MAS?
BalasHapus