Rabu, 14 Desember 2016

Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal

Kesenian Budaya Kuda Lumping di  Desa Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal
Laporan Penelitian
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Antropologi
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum


                                                                  Disusun Oleh ;                                                      
                                                Ainurrika Nadhifa               (1501046033)
                                                Ahmad Dini Faiza R            (1501046029)
                                                  Saiful Amin                         (15010460)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Kebudayaan Indonesia telah diakui mempunyai nilai-nilai luhur. Hal ini dapat diamati melalui peningalan sejarah yang masih ada, banyak peningalan candi-candi di Indonesia antara lain berupa candi Prambanan, candi Borobudur dan lain sebagainya. Sementara itu peninggalan kerajaan ada juga, misalnya bentuk-bentuk kesenian, peralatan uapcara dan sebagainya. Benda-benda tersebut mempunyai nilai seni yang adi luhung. Benda bernilai seni tersebut sudah sejak lama dimiliki oleh nenek moyang bangsa Indonesia, yang dimotivasikan oleh kehidupan keagamaan. Pada saat-saat tertentu mereka mengadakan acara tertentu, yang dilengkapi dengan tarian atau kesenian yang masih sangat sederhana. Makin lama bentuk kesenian tersebut menjadi pola tertentu, sehingga menjadi bentuk kesenian tradisional.[1]
Kesenian Budaya Kuda Lumping merupakan salah satu warisan budaya  peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa dalam bentuk kesenian tradisional. Kesenian Kuda Lumping terdapat di pelbagai wilayah di Indonesia, dengan versi yang berbeda-beda, namun ada pendapat bahwa kesenian Kuda Lumping yang ada di Jawa tengah mempunyai mutu yang terbaik. Pada umunya kesenian Kuda Lumping dikenal sebagai keenian rakyat’’Folk Art’’, dan digemari oleh kebanyakan  masyarakat bawah.[2] Karena kesenian kuda lumping merupakan kebudayaan, maka tentunya memiliki makna dan nilai yang dikomunikasikan melalui lambang-lambang atau symbol-simbol, didalmnya terdapat tiga kata kunci yaitu yang pertama, makna berarti pandangan hidup pelaku kebudayaan. Kedua, nilai adalah pandangan berharga sehingga layak digengam mulai dari fifsik, instrument yang berfungsi sebagai alat atau sarana dan yang bernilai sebagai tujuan. Ketiga, symbol atau lambang merupakan tanda yang disepaki untuk mempertasikan etensitas tertentu.[3]
Kesenian Kuda Lumping merupakan kesenian tradisonal yang digemari oleh masyarakat, hal ini dikarenakan kesenian kuda lumping mampu hadir dalam bentuk kesenian yang menyenangkan semua lapisan masyarakat dan laku dijual dalam bentuk hiburan. Keberadaan kesenian kuda lumping yang saat ini masih tetap lestari, tentunya mempunyai sesuatu yang membuat orang tertarik untuk menjaga, melihat, mendengar, salah satunya yang membuat orang tertarik adalah keindahanya.
Kesenian Kuda Lumping adalah kesenian tradisional yang memadukan berbagai unsure seni, yaitu: pertama, seni music yang terdiri dari : jadur, gong, kendang, boning dan alat perlekap lainya. Kedua, seni gerak yaitu tarian-tarian. Ketiga, seni suara yang berwujud tembang dan syair. Dengan demikan kesenian kuda lumping dapat dinikmati dengan indera kita sehingga kita dapat menikmati dan merasakan keindahanya, selain itu kita juga dapat meresapinya melalui penghayatan dan pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Kuda Lumping tersebut. Kesenian Kuda Lumping merupakan salah satu budaya peninggalan nenek moyang masyarakat Jawa dalam bentuk kesenian tradisional yang di dalamanya dipengaruhi oleh unsure-unsur Islami sebagai akiabat dari akulturasi kebudayaan. Sehingga didalamnya terkandung makna-makna Islami sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui bentuk  keindahan sebuah kesenian tradisonal.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dari latar belakang diatas, ada bebrapa pokok masalah yang akan dikaji  dalam penelitian ini sebagaai berikut:
1.      Seperti apa realitas masyarakat di Desa Getas ?
2.      Jenis pengembangan masyarakat apa yang ada di Desa Getas?
3.      Bagaimana kondisi awal masyarakat Desa Getas?
4.      Sejarah adanya  Kesenian Budaya Rebana dan  Kuda Lumping di Desa Getas?
5.      Bagaimna pandangan masyarakat di Desa Getas  mengenai Kesenian Budaya Kuda Lumping ?
6.      Apa nilai yang terkandung dalam Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas?
7.      Bagaimana cara masyarakat  Desa Getas mengabadikan Kesenian Budaya Kuda Lumping ?
8.      Bagaimana kondisi masyarakat di Desa Getas?
9.      Apa pendapat kelompok kami mengenai Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas?

C.    Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan diantaranya:
1.      Mengetahui  budaya-budaya  Indonesia yang beranekaragam dan memberikan sesuatu yang mencerminkan identitas suatu daerah tersebut.
2.      Mengetahui betapa pentingnya sebuah tradisi suatu daerah yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
3.      Mengetahui betapa pentingnya menjaga kebersamaan dan kekompakan dalam sebuah kebudayaan.
Menggali  sejauh mana dari tujuan diadakan penelitian tadi maka, adapun manfaat dari penelitian diantaranya:
1.      Bagi peneliti sendiri , dapat mengetahui suatu kebudayaan yang ada disuatu daerah yang ada sehingga  dapat mengembangkan kembali tentang penelitian mengenai kebudayaan.
2.      Memotivasi bagi masyarakat agar dapat menjaga sebuah kebudayaan agar tidak hilang dimakan oleh waktu dan dapat diturunkan oleh anak- cucunya.
3.      Perlunya kesadaran dan kepedulian dari mahasiswa terhadap kebudayaan.

D.    Metode Penelitian
Dalam mengadakan suatu penelitian, pastilah diperlukan adanya metode tertentu, baik dalam pengumpulan data maupun  dalam pengolahanya. Metode adalah cara bertindak  dalam upaya agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara rasional, terarah dan mencapai hasil yang optimal.[4] Adapun metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data-data  dalam penelitian ini adalah:
1.      Jenis penilitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau yang sering dikenal dengan field research dengan menggunakan pendektan kulitatif. Ini merupakan sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau maslah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistic yang membentuk kata-kata, melaporkan pandangan informasi secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.[5] Penelitian ini termasuk penelitian lapangan, penelitian ini mengambil lokasi di  Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.
2.      Metode Interview atau Wawancara
Disini kelompok kami melakukan interview (wawancara) terhadap Bapak Tugiono Selaku pimpinan Kesenian  Budaya Kuda Lumping Di Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa  Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal. Informasi yang ingin kami  peroleh adalah mengenai seperti apa realitas masyarakat sebelum adanya kesenian budaya Kuda Lumping, bagaimana kondisi awal masyarakat sebelum adanya kesenian budaya Kuda Lumping tersebut, asal-usul  adanya  kesenian budaya Kuda Lumping, bagaimana pandangan masyarakat Di Dusun Getas setelah adanya kesenian budaya Kuda Lumping, bagaimana cara masyarakat mengabadikan Kesenian Budaya Kuda Lumping.
3.      Metode Observasi
Kelompok kami melakukan pengumpulan data dengan cara mengamati dengan terlibat langsung terhadap obyek yang diteliti langsung  dan mencatat secara sisitematik fenomena-fenomena yang akan diselidiki. Kelompok kami menggunakan teknik observasi langsung yaitu pengumpulan data, dimana kelompok kami  melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti. Dan pengamatan ini dilakukan dalam situasi yang sebenarnya di lokasi Di Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.[6]
4.      Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah memperoleh data-data dari dokumen-dokumen seperti foto-foto yang ada pada saat kelompok kami melakukan penelitian dan untuk mengetahui kondisi umum yang meliputi  letak geografis  Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Realitas Masyarakat di DesaGetas.
Pada hari Kamis, tanggal 5 Mei 2016,  tepat pukul 10:30 wib kelompok V yang terdiri dari Ahmad Dini Faiza Rosyadi, Ainurrika Nadhifa, dan M. Saiful Amin  melakukan penelitian di Kecamatan Singorojo tepatnya di Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas  Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal. Daerah ini berada sebelah Selatan dari Kabupaten Kendal dan kurang lebih sekitar 10 Km dari pusat kota.
Perjalanan dari Boja menuju ke Dusun Getas kurang lebih membutuhkan waktu 30 menit, dengan kondisi jalan yang berlika-liku, naik-turun dan jalan yang sangat rusak kondisi jalan mungkin tidak layak untuk dilewati dan disepanjang jalan kami juga bisa menikmati keindahan dan kesegaran udara yang ada disekitar perhutanan karet.
Gambar1.1 dokumen pribadi
Gambar 1.2 dokumen pribadi
Sesampainya disana kami bertransit dirumah nenek Ainurrika Nadhifa untuk beristirahat dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan,  sebelum melakukan wawancara penelitian. Sebelum kami menuju kelokasi yang akan kami tuju kami berbincang-bincang dahulu dengan paman Ainurrika yang kebetulan menjabat sebagai Kadus (Kepala Dusun). Kami diberi arahan untuk melakukan penelitian dirumah bapak Tugiono (sebagai narasumber dalam penelitian kami). Rumah penduduk disana tidak terlalu padat seperti dikota, suasananyapun masih asri sekali, suasana adat disana sangat kental karena dusun  Getas tersebut lokasinya yang jauh dari perkotaan dan masih di daerah pedalaman yang dikelilingi dengan hutan karet. Jalanyapun masih banyak yang rusak. Dusun Getas Rt 02/ Rw 07 Desa Getas termasuk wilayah  Kecamatan Singorojo dengan luas wilayah Kelurahan Getas 4,68 km2 .  Jumlah penduduk  mencapai 5.392 lebih jiwa penduduk tetap. Keseharian masyarakat Kelurahan Getas adalah sebagai buruh pabrik karet dan ada juga yang sebagai petani  karet dan petani padi karena letak Desa Getas yang terletak jauh dari perkotaan dan dekat dengan gunung. Udara disana terasa sangat sejuk.
Batas wilayah/ batas Dusun getas Desa getas Kecamtan Singorojo Kabupaten Kendal.
a)      Batas Utara                                   :  Dusun Truko
b)      Batas Timur                                   : Dusun Bleder
c)      Batas Selatan                                : Dusun Genting
d)     Batas Barat                                   : Dusun Jolinggo
Pembagian wilayah Dusun Getas Desa Getas Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, yaitu:
a)      Jumlah Dusun                               :             -         Dukuh
b)      Jumlah Rukun Warga                    :           4          RW
c)      Jumlah Rukun Tetangga               :           26        RT
                      
                        Gambar 1.3 Google Maps
 











                        Gambar 1.4 Google Maps
B.     Jenis pengembangan masyarakat di Desa Getas.
Jenis pengembangan masyarakat yang ada di Dusun Getas Rt 02/Rw 07 Desa Getas Kec. Singorojo Kab. Kendal  adalah tentang seni budaya Rebana dan seni budaya Kuda Lumping. Sebetulnya pengembangan masyarakat disana sangat banyak. Tapi kelompok kami ingin meneliti tentang pengembangan kesenian budaya Kuda Lumping. Karena daerah sana sangat terkenal mengenai kesenian budaya Kuda Lumping dan kesenian Kuda Lumping ini masih tetap axsis sampai sekarang. Nama grup dari kesenian budaya kuda lumping di Desa Getas yaitu’’wahyu utomo’’. Pemain Kuda Lumping sekitar 40 orang lebih yang dibutuhkan.diantaranya adalah pemain alat musik Jawa, penari latar atau pembuka( yang dilakukan oleh anak-anak) , penari Kuda Lumping inti, dan penari barongan.

C.    Kondisi Awal Masyarakat Desa Getas.
Kondisi masyarakat sebelum adanya  kesenian budaya Rebana dan kesenian budaya Kuda Lumping masyarakat sekitar ada yang sebagai karyawan di pabrik karet  dan ada juga yang pengepul dan buruh dikebun karet. Kondisi masyarakat saat itu masih biasa-biasa saja belum mengerti banyak tentang kesenian budaya. Suasana di kampung pada saat itu masih monoton dan terlihat sepi, kurang adannya kebersamaan dan keraketan antar warga.   Akhirnya ada salah satu warga Dusun Getas yaitu Bpk. Tugiono mempunyai inisiatif ide. Karena Bapak Tugiono merasa perihatin dengan keadaan masyarakat setempat.akhirnya Bapak Tugiono mengumpulkan para perangkat desa dan sesepuh yang ada di Dusun Getas untuk bermusyawarah tentang ide dari Bapak Tugiono yaitu kesenian budaya Rebana. Pada awalnya ide Bapak Tugiono hanyalah Kesenian  Rebana saja dan pada saat itu masalah yang dihadapi adalah tentang biaya untuk membeli alat rebana dan akhirnya para perangkat dan sesepuh desa iuran untuk membeli alat rebana.
                        Gambar 1.5 kondisi desa Getas
                       
                        Gambar 1.6 . Dokumen pribadi ( pekerja karet)
D.    Asal-usul  Kesenian Budaya Rebana dan  Kuda Lumping di Desa Getas.
Asal-usul adanya kesenian  budaya Rebana dan Kuda Lumping di Dusun Getas adalah dulu sekitar tahun 1997-an dengan kesepakatan para perangkat dan sesepuh desa setempat, maka tebentuklah group rebana untuk mengisi rutinan pengajian di Mushola terdekat. Kesenian rebana lambat laun berkembang sangat pesat dan biasanya mengisi acara pengajian, hajatan nikah dan sunatan. Setelah kurang lebih hampir 2 tahun dikelola Bapak Tugiono akhirnya kesenian rebana tersebut dipasrahkan kepada para Ustadz-ustadz yang mengajar di TPQ  untuk meneruskan dan mengembangkan kesenian buadaya Rebana tersebut. Tetapi karena era globaisasi dan masyarakat sekitar sudah mulai terpengaruh dengan adanya elektronik  akhirnya kebudayaan rebana tersebut menjadi fakum sampai sekarang.
Selain itu di Dusun Getas juga ada kesenian budaya Kuda Lumping. Asal mula adanya Kuda Lumping di Dusun Getas adalah ketika saat itu ada penduduk pendatang dari Borobudur, Yoyakarta yang menetap di Dusun Getas, yang membawa tradisi kesenian ‘’kubro siswo’’ dari asalnya. Setelah adanya kesenian yang namanya ‘’kubro siswo’’ para tokoh dan masyarakat sekitar Dusun Getas bermusyawarah dan akhirnya sepakat untuk membuwat sanggar kesenian budaya Kuda Lumping yang didalamnya itu gabungan dari tari-tarian, musik-musik jawa, dan dikolaborasikan dengan atraksi lainya. Berdirinya sanggar tersebut sekitar tahun 1998-an dan sanggar tersebut di beri nama ‘’wahyu utomo’’. Masyarkat Dusun Getas sangat berpartisipasi dengan adanya sanggar tersebut, pemain-pemain yang terlibat dalam kesenian Kuda Lumping adalah masyarakat sekitar Dusun Getas sendiri  yang terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang tua ikut berpartisipasi  dengan adanya sanggar tersebut. Pemain Kuda Lumping itu sendiri berjumlah sekitar 44 orang  yang terdiri dari penari dan pemain alat music.
 Sanggar tersebut melakukan latian setiap satu bulan dua kali, bahkan pernah latihan sampai satu minggu empat kali karena ada acara. Sanggar tersebut selain mengikuti lomba-lomba kebudayaan biasanya kesenian  kebudayaan kuda lumping tersebut diundang dalam acara pernikahan, sunatan, dan karnaval 17-an, acara festival Kuda Lumping dsb. Biasanya dana yang didapat hanya sebesar 2 juta, itu pun  tidak milik pribadi tetapi masuk dalam kas. Padahal kostum penari dan pemain kuda lumping sendiri satu kostum harganya mencapai lima juta. Awal mulanya seragam didapat dari iuran masyarakat setempat. Dan biasanya satu kali manggung dari jam dua siang sampai jam enam sore kalo yang malam jam tujuh sampai jam duabelas malam jadi ada dua shif.
 Dengan ketelatenan dan keuletan para pelatih dan masyarakat setempat. Sanggar tersebut pernah menjuarai berbagai perlombaan di tingkat kabupaten bahkan sampai tingkat nasional di Jakarta. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menghasilkan kesenian budaya Kuda Lumping yang cukup bagus untuk ditampilkan. Pelatihan penari sendiri membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan dan membutuhkan kekompakan dalam memainkan kuda lumping tersebut. Setiap satu minggu sekali latihan bahkan sampai seminggu empat kali  latiahan. Akhirnya kesenian sanggar kuda lumping ini bukan sebagai penghasilan utama tetapi sebagai pendapatan sampingan , sebagai hobi dan  sebagai salah satu untuk mempersatukan masyarakat di Dusun Getas.
           
            Gambar 1.7. dokumen pribadi ( acara desa)
           
            Gambar 1.8 Dokumen pribadi
                       
                        Gambar 1.9 Dokumen pribadi

E.     Pandangan Masyarakat Desa Getas tentang Kesenian Budaya Kuda Lumping.
 Hasil observasi di lapangan dengan didkukung hasil wawancara mendalam dengan Bapak Tugiiono selaku ketua paguyuban  kesenian budaya kuda lumping ‘’wahyu utama’’, Masyarakat sekitar sangat merespon baik dan setuju dengan adanya kesenian budaya tersebut. Masyarakat juga mendukung mulai dari sesepuh desa sampai perangkat desa semua mendukung tentang adanya kesenian budaya kuda lumping tersebut.  Kareana kesenian kuda lumping berfungsi sebgai media unutk melestarikan budaya jawa dan juga sebagai media untuk mempersatukan masyaarakat dari berbagai kalangan dan status sosial.
Gambar 1.10. Dokumen pribadi ( wawancara)

F.     Nilai yang Terkandung dalam Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas
Dengan adanya paguyuban  kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ nilai yang dikandung  diantaranya nilai:
a.       Nilai Agama
Paguyuban kesenian budaya  Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ dianggap dan dikenal oleh masyarakat sebagai kesenian yang mengandung nilai-nilai keagamaan. Karena di dalamnya mengandung makna-makna  sebagaimana yang terkandung dalam ajran agam Islam, seperti halnya syair-syair yang berbetuk sholawtan, yang pada dasaranya sebagai sarana manusia untuk menganggungkan Nabi Muhammad Saw dan mendekatkan diri kepda Allah SWT.  Paguyuban seni Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ memliki corak yang berbeda diantara grup-grup kesenian Kuda Lumping yang lain di daerahnya. Karena dalam setipa pementasanya pada paguyuban ini selalu mengunakan nyanyian-nyaina yang diantaranya berisikan lagu-lagu Jawa yang apabila, dicerna didalamnya terkandung makna-makna yang terseirat serta ajaran-ajaran moral Islami yang dikomunikasikan melalui sebuah kesenian tradisonal yaitu Kuda Lumping.

b.      Nilai Hiburan
Dalam pelaksanaanya ketika paguyuban  kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ tampil dalam acara maupun kalau sedang latihan banyak masyrakat yang antusias ingin melihat  dan itu menjadi hiburan masyarakat yang tidak dipungut biaya atau gratis.
c.       Nilai Komunikasi
Ketika paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ tampil, banyak masyarakat yang bertemu dalam forum tersebut  menjadikan sarana komunikasi bertemu masyarakat antar masyarakat ataupun dengan pemerintah desa sehingga ketika ada maslah yang dialami oleh kelompok Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ disampaikan kepda pihak pemerintah dengan harapan memperoleh solusi atau jalan keluar.
d.        Nilai Pelestarian Budaya
Pelestarian budaya  ini dapat dilakukan dengan upaya tetap menjaga seta mengembangkan unsur-unsur kebudayaaan. Proses pelestraian budaya ini melalui tranmisi atau penyampaian pola-pola budaya dari satu generasi kepada generasi selanjutnya. Ketika tampil maupun latihan banyak anak-anak dan para  pemuda yang ikut serta dalam kegiatan tersebut dan menjadikan lestarinya kesenian budaya tersebut.
e.       Nilai Pendidiikan
Pembelajran melalui pengalaman langsung terjadi proses pendidikan bagi masyarkat. Misalnya ketika latihan dan mengajarkan kepada generasi satu ke generasi selanjutnya itu juga temasuk mendidik agar generasi penerus faham mengeanai ajaran tersebut dan mengerti nilai makna yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Dapat juga menciptakan kebersaman, gotong royong, guyub, rukun, dan saling menghargai sesama orang lain.


f.       Nilai Ekonomi
      Secara ekonomi ketika ada acara paguyuban kesenian budaya Kuda Lumping ‘’wahyu utomo’’ tampil mempunyai nilai ekonomi bagi para pemain maupun masyarakat  luas. Khusunya para pedagang yang ketika ada acara tersebut banyak para penjual aneka mainan maupun makanan.

G.    Cara Masyarakat  Desa Getas Mengabadikan Kesenian Budaya Kuda Lumping.
Dengan adanya kesenian kebudayaan tersebut masyarakat sekitar semakin mengetahui  tentang  adanya kesenian budaya dan melestarikannya dengan cara mengajak masyarkat khususnya generasi muda untuk ikut serta dalam hal tersebut. Supaya kesenian budaya Kuda Lumping tidak lenyap di telan zaman yang serba modern seperti saat ini (mengenalkan kesenian budaya kuda lumping sejak dini).
Dan pada saat ada kegiatan-kegiatan desa, seperti sedekah bumi maupun kegiatan yang lainya. Paguyuban kesenian  Kuda  Lumping ‘’wahyu utama’’ selalu ditampilkan sebagai hiburan utama setelah pewayangan. Guna untuk  meramaikan dan memeriahkan kegiatan- kegiatan yang ada di desa. Dengan tanpa bayaran.

H.    Kondisi Masyarakat di Desa Getas Sekarang
Setelah adanya kesenian budaya Kuda Lumping masyarakat yang ada di Dusun Getas mempunyai penghasilan tambahan tapi hasil tambahan itu tidak seberapa ditimbang nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian budaya Kuda Lumping tersebut. Tidak hanya berupa matrial non matrial juga ada. Masyarakat Dusun Getas semakin rukun antara warga satu dengan warga yang lain saling kenal, tidak ada perselisihan antar sesama warga lebih rukun dan sikap kegotong royongan di Dusun getas lebih melekat.  Para pemuda-pemudi di Dusun Getas juga menjadi terarahkan perilakunya ,sopan santunnya terhadap orang yang lebih tua karena belum terlalu terpengaruhnya era globlalisasi sekarang yang semakin keras.  Dusun Getas dengan adaanya paguyuban kesenian Kuda Lumping ‘’wahyu utama’’  sekarang menjadi terkenal.bukan hanya terkenal didalam kota saja melainkan terkenal sampai luar kota juga. Bukan karena Kuda Lumpingnya saja melainkan sekarang banyak wisata-wisata alam yang menjadi tujuan para wisatawan seperti perkebunan karet sebagai sarana atau medan motor trax-trax dan air terjun.

I.       Pendapat Kelompok Kami Mengenai Kesenian Budaya Kuda Lumping di Desa Getas
Pendapat kelompok kami mengenai kesenian budaya Kuda Lumping yang ada di Desa Getas. Ini termasuk kesenian budaya yang hampir punah dan jarang kita temui di sekeliling kita. Ini merupakan kesenian budaya yang langka dan masyarakat di Desa Getas sangat bagus sekali kegiatannya mereka tidak segan menularkan ilmunya kepada anak-anak kecil dan remaja. Mengajarinya dengan sabar supaya bisa mempelajari tarian, alat musik maupun gerakan Kuda Lumping.  Dengan adanya kesenian budaya Kuda Lumping maka kesenian ini tidak akan punah tergerus oleh zaman. Itu adalah salah satu cara yang paling baik untuk menumbuhkan rasa cinta peduli terhadap kebudayaan yang ada di Indonesia. Saranya buat masyarkat umum diharapkan dukunganserta menghargai kesenian budaya Kuda Lumping sebagai salah satu aset warisan budaya nenk moyang bangsa Indonesia. Karena bagaimanapun juga bentuk kesenian Kuda Lumping ialah merupakan identitas dan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang patut untuk kita semua lestarikan.
 Kesenian Kuda Lumping bukan merupakan kesnian yang difungsikan untuk menyekutukan Allah atau menyambah pada selain Allah(Syirik) , tetapi sebenarnya kesnian Kuda Lumping merupakan salah satu bentuk kesenian yang berinteraksi dengan kebudayaan Islam yang mempengaruhi , dan didalamnya mengandung makna-makna Islami. Maka dari itu bagi  seniman diharapakan untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas serta tetap menjaga norma-norma yang berlaku dalam akidah Islam.
Kepada instasi pemerintah diharapkan agar dpat selalu membina dan mengembangkan kesenain budaya Kuda Lumping serta memberikan arahan-arahan yang dialkukan secara kontiyu, sehinngga kesenian Kuda Lumping tetap menjadi tontonan yang menarik dan sehat bagi masyarakat, serta sebagai wahana kerukunan hidup masyarakat.
 
Gambar 1.11 Dokumen pribadi









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesenian kuda lumping adalah kesinaian tradisoanal yang memadukan berbagai unsure seni, yaitu: pertama, seni music yang terdiri dari : jadur, gong, kendang, boning dan alat perlekap lainya. Kedua, seni gerak yaitu tarian-tarian. Ketiga, seni suara yang berujud tembang dan syair. Kesenian kuda lumping merupakan slah satu warisan budaya  peninggalan nenek moyang masayrakat jawa dalam bentuk kesenian tradisional. Kesenian kuda lumping terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, dengan versi yang berbeda-beda, namun ada pendapat bahwa kesenian kuda lumping yang ada di jawa tengan mempunyai mutu yang terbaik.
Salah satunya di dsn. Getas, Singorojo ,Kendal. Disitulah kebudayaan kudalumping masih dikembangkan sampai sekarang. Kebudayaan yang awalnya muncul karena dengan adanya kesepakatan para sesepuh dan tokoh masyarakat yang akhirnya terbentuklah paguyuban kuda lumping dengan nama “ wahyu utomo”.
Kondisi masyarakat sekitar sebelum adanya paguyuban kesenian kuda lumping suasana disana masi terasa sepi dan tidak berkembang seperti sekarang. Dan masyarakat sekitar awalnya bekerja sebagai buruh pabrik karet dan petani biasa, dan dengan adanya paguyuban kesenian kuda lumping tersebut masyarakat mempunyai penghasilan sampingan dari memain kesenian kudalumping itu. Meskipun hasilnya tidak seberapa ,tetapi masyarakat bisa menyalurkan bakatnya dan bisa mengembangkan kebudayaan yang sekarang sudah hampir punah ditelan zaman.
Masyarakat disekitar sangat antusias dengan terbentuknya paguyuban kuda lumping di dsn Getas tersebut, bahkan perangkat Desa, tokoh masyarakat sangat mendukung dengan adanya paguyuban kuda lumping . masyarakat molai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan tua banyak yang berpartisipasi dengan menjadi pemain-pemain kuda lumping tersebut.
Dengan adanya paguyuban kudalumping tersebut, dsn Getas sekarang menjadi  tidak sepi lagi dan kebersamaanya , ramah tamahnya terbentuk dengan sendirinya. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam adanya paguyuban kudalumping tersebut.
Pendapat kelompok kami mengenai kesenian budaya Kuda Lumping yang ada di Desa Getas. Ini termasuk kesenian budaya yang hampir punah dan jarang kita temui di sekeliling kita. Ini merupakan kesenian budaya yang langka dan masyarakat di Desa Getas sangat bagus sekali kegiatannya mereka tidak segan menularkan ilmunya kepada anak-anak kecil dan remaja. Bahkan membangun kebersamaan , solidaritas yang tinggi terhadap sesame masyarakat.
Tugas kita bagi para pemuda untuk menjaga budaya yang sudah hampir hilang ditelan zaman, dan mengembangkan budaya-budaya yang dahulu sudah ada  untuk mewarisi generasi-generasi selanjutnya .




DAFTAR PUSTAKA
Lestari Rahayu Y Eni, dkk. Diskripsi Tari Angguk Puro, Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 1994/1995
Soetrisman, dkk, Direktori SEni Tradisi Jawa Tengah, Dewan Kesenian Jawa Tenagah. 2003
Strisno Mudji, Kisi-kisi Estetika, Yogyakarta: Kanisius. 1999
Beker Anton, Metode-metodeFilsafat, Jakarta: Graha Indonesia. 1986
Patilima Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta. 2007
               Surachmad, Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito.1985





[1] Y. Eni Lestari Rahayu dkk. Diskripsi Tari Angguk Puro, (Yogyakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pembinaan Kesenian Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 1994/1995), hlm.1.
[2] Soetrisman, dkk, Direktori SEni Tradisi Jawa Tengah, (Dewan Kesenian Jawa Tenagah,2003,),hlm. 23.
[3] Mudji Strisno, Kisi-kisi Estetika, (Yogyakarta: Kanisius,1999), hlm. 60.
[4] Anton Beker, Metode-metodeFilsafat, (Jakarta: Graha Indonesia, 1986), hlm. 10.
[5] Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2007), hlm. 2-3.
[6] Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito,1985), hlm. 163.

1 komentar: