Kelompok V
1.
Fahrur
Rozi (1501046026)
2.
Alvi
Nur Alimah (1501046027)
3.
Wahyu
Aulia Ahsan (1501046028)
4.
Ahmad
Dini Faiza R (1501046029)
RULE
OF LOW DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
A. RULE
OF LAW
Rule of law adalah suatu
doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia
lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peren
parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi sebagai negara absolut
yang berkembamng sebalumnya. Rule of law merupakan konsep tentang cammon
law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh
kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip
keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan; menggeser negara kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule
of law. Ada tidaknya rule of law
dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar
menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang
adil,
baik sesama warga negara maupun pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah
hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang
dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
1. Pengertian dan Lingkup Rule Of Law
Friedman (1995) membedakan
rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara
formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara formal, rule of law diartikan
sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sementara itu , secara hakiki, rule of law terkait dengan
penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just
and unjust law). Rule of law terkait erat
dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan
oleh masyarakat/bangsa.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa
keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang
bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
2. Prinsip-prinsip Rule Of Law
a. Prinsip Secara Formal di
Indonesia
Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law
secara folmal tertera dalam pembukaan UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal
terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial”
sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of law adalah jaminan keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas
merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan
jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat
didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
Ø Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
Ø Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
Ø Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjug hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal
27 ayat 1).
Ø Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
Ø Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
b. Prinsip-prinsip Secara
Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil)
sangat erat kaitannya dengan “the
enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman diberbagai negara dan hasil kajian, keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada
kepribadian nasional masing-masing bangsa (sunarjati hartono,1982).
Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule
of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang
khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan
legalisme, suatu aliran pemikiran
hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki
struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut
mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem
peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegaknya belum mencapai hasil yang optimal sehingga
rasa keadilan sebagai prwujudan
pelaksanaan rule of law belum
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
3. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law
Agar pelaksanaan
(Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, perlu diterapkan hal-hal berikut:
Ø Keberhasilan “the
enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum
yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
Ø Rule of law yang merupakan institusi
sosial harus didasarkan pada akar budaya yang tumbuh dan berkembang pada
bangsa.
Ø Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar
manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum
progresif
(Satjipto Rahardjo,2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak
kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi
keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif, yaitu “Hukum adalah untuk
manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut yang final. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus-menerus menjadi (law as process, Law in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat karena tidak ingin
menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka
terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi rakyat
untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif menolak
keadaan status quo. Ia merasa bebas untuk
mencari format, pikiran, asas, serta aksi-aksi karena
“Hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang
sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law
and order”, yang berarti kembali
kepada orde hukum dan ketaatan dalam
konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif
dalam membangun negara berdasarkan versi
Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral” atau “rule of justice” yang bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan
olah hati nurani daripada otak, atau lebih mengedepankam
komitmen moral.
B. HAK ASASI MANUSIA (HAM)
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya
didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001).
HAM bersifat umum (universal) karena di yakini bahwa beberapa hak dimiliki
tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat
supralegal, artinya tidak tergantung
pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan
lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak
yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa.
Hendarmin Ranadireksa
memberikan definisi mengenai hak asasi manusia, yaitu pada hakikatnya hak asasi manusia adalah seperangkat ketentuan atau
aturan untuk melindungi warga negara mdari kemungkinan penindasan, pemasungan, atau pembatasan ruang
gerak warga negara oleh negara. Artinya, ada
pembatasan-pembatasanm tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga
negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.
1. Ciri pokok hakikat HAM
Ø HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun diwarisi.HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis .
Ø HAM berlaku untuk semua
orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial
bangsanya.
Ø HAM tidak bisa dilanggar.Tidak seorangpun mempunyai hak
untuk melanggar dan membatasi hak orang lain.
2. Macam-macam hak asasi
Berikut ini adalah hak asasi manusia secara umum.
v Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat dibagi enam macam,yaitu:
Ø Hak asasi pribadi (personal right)
yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
Ø Has asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual sesuatu serta memanfaatkannya.
Ø Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih (hak memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan (right legal equality)
Ø Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan
kebudayaan dan sebagainya.
Ø Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan (procedural
right), misalnya perlakuaan dalam
hal penahanan. penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
3. HAM pada tatanan global
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep
utama mengenai HAM, yaitu sebagai berikut:
v HAM menurut negara-negara barat
Ø Ingin meninggalkan konsep yang mutlak.
Ø Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator dan pengawas.
Ø Filosofi dasarnya adalah hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
Ø Hak asasi lebih dulu ada dari pada tatanan negara
v HAM menurut konsep sosialis
Ø Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
Ø Hak asasi manusia tidak ada sebalun negara ada.
Ø Nagara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
v HAM menurur konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
Ø Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
Ø Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghomatan utama
kepada kepala kelurga.
Ø Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban
sebagai anggota masyarakat.
v HAM menurut konsep PBB
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Eleanor
Roosevelt dan secara resmi di sebut Universal Declaration of Human Right. Didalamnya dijelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia sejak tahun 1957, konsep HAM tersebut
dilengkapi dengan 3 perjanjian, yaitu:
Ø Hak ekonomi sosial dan budaya,
Ø Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik,
Ø Protokol opsional bagi perjajian hak sipil dan politik internasional.
Pada sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokomen tersebut
diterima dan diratifikasi.
ü Ruang
lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:
· Hak untuk hidup
· Hak untuk memperoleh pendidikan
· Hak untuk hidup bersama-sama seperti
orang lain
· Hak untuk mendapatkan perlakuan yang
sama
· Hak untuk mendapatkan pekerjaan
C. HAM di INDONESIA
v . Permasalahan dan Penegakannya
Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia perpandangan
bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak
sipil,
politik, ekonomi, dan sosial budaya, hak dan pembangunan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, dan
pelaksanaannya.
HAM di Indonesia
didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alenia 1), Pancasila ke-4, Batang tubuh UUD 1945 (pasal 27,29,dan 30), UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU No.26 Tahun 2000
Tentng pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin
hak untuk hidup, hak berkeluarga dan
melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
Program penegakan hukum
dan HAM (PP No.7 tahun 2005) meliputi penberantasan koropsi, antiterorisme, dan pembasmian penyalah gunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
v Lembaga penegak HAM
Hak asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi,baik oleh individu, masyarakat maupun oleh negara. Hal ini dikarenakan hak
asasi manusia merupakan hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai
anugerah yang di berikan oleh Tuhan. Oleh sebab itu HAM harus
dijaga, dihormati dan ditegakkan
dalam kehidupan bermasyrakat dan bernegara
Untuk merealisasikan
penegakkan HAM di Indonesia,di Indonesia telah dibentuk suatu komisi mengenai
hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan
HAM di Indonesia sudah sangat jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang sudah disahkan maupun ratifikasi dan konversi hak asasi manusia
yang ada di dunia internasional.
v Komisi Nasional (Komnas) HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan perjanjian, penelitian penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
v Tujuan Komnas HAM
Tujuan Komnas HAM antara lain:
· Mengembangkan kodisi yang kondosif bagi pelaksanaan hak asasi manusia
sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dengan piagam PBB, serta deklarasi Unuversal
Hak Asasi Manusia.
· Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
v Wewenang Komnas HAM
· Wewenang dalam bidang pengkajian penelitian
· Wewenang dalam bidang penyuluhan
· Wewenang dalam bidang mediasi
v Pengadilan HAM
Dalam rangka penegakan HAM, komnas HAM melakukan
pemanggilan saksi dan pihak kejaksaan yang melakukan penuntutan di pengadilan
HAM.
Menurut pasal 104 UU HAM,untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang
berat,
dibentuk pengadilan HAM dilingkungan peradilan umum, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
v Pelanggaran
Hak Asasi Manusia
Menurut UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
sekelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak didapatkan,atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar
berdasarkan hukum mekanisme yang berlaku.
Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi
lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis
dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran HAM
dikelompokkan dalam dua bentuk pelanggaran, yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genocide dan kejahatan
kemanusiaan, sedangkan pelanggaran HAM
ringan adalah selain dari dua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Menurut UU No.26 Tahun
2000,yang dimaksud kejahatan genocede adalah setiap perbuatan yang dilakukan
dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama. Kejahatan genocide dilakukan dengan cara:
§ Membunuh anggota kelompok,
§ Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota-anggota kelompok,
§ Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akam mengakibatkan kemusnahan
fisik baik seluruh atau sebagiannya,
§ Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam
kelompok,
§ Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kekelompok yang
lain.
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan menurut UU No.26 tahun 2000 merupakan salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sitematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung
terhadap penduduk sipil berupa:
§ Pembunuhan,
§ Pemusnahan,
§ Pebudakan,
§ Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
§ Perampasan kemerdekaan atau perampasan fisik lain secara sewena-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
§ Penyiksaan,
§ Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemanduan atau strilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual
lain yang setara,
§ Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
Agama, jenis kelamin atau alasan
lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional,
§ Penghilangan orang secara paksa,
§ Kejahatan apartheid.
Pelanggaran hak asasi
manusia dapat dilakukan, baik secara aparatur
negara (state actor) maupun bukan aparatur negara. Oleh karena itu, peniidakan terhadap
pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh hanya ditunjukan terhadap aparatu
negara, tetapi juga pelanggaran
yang bukan dilakukan oleh aparatur negara.
Penindakkan terhadap
pelanggar hak asasi manusia dilakukan melalui suatu proses peradilan HAM mulai
dari penyelidukan, penyidikan, penuntutan dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat
nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan
pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.
Untuk proses pemeriksaan
dan pemutusan perkara pelanggaran HAM yang berat, pemerintah atas usul DPR membentuk pengadilan ad hoc yang berada
dilingkungan peradilan umum. Disamping adanya
pengadilan HAM ad hoc, dalam UU ini disebutkan
juga keberadaan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam
ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang persiapan dan kesatuan nasional.
Komisi kebenaran dan
Rekonsiliasi yang akan di bentuk dengan Undang-undang sebagai lembaga ekstra
yudisial yang dim tetapkan dengan undang-undang bertugas untuk menetapkan
kebenaran dengan mengunkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak
asasi manusia pada masa lampau, sesuai dengan ketentuan
hukum dan perundangan yang berlaku dan
melaksanakan Rekonsiliasi dalam perspekif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan HAM bertugas
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Sementara itu, wewenangnya adalah
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan
seseorang yang berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara pengadilan
HAM sebagaimana terdapat dalam UU peradilan HAM.
v Hambatan Penegakan HAM
§ Faktor kondisi sosial
budaya,
§ Faktor komonikasimdan
informasi,
§ Faktor kebijakan
pemerintah,
§ Faktor perangkat
perundangan,
§ Faktor aparat dan
penindakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar