Minggu, 04 Desember 2016

rule of low dan hak asasi manusia

Kelompok  V
1.      Fahrur Rozi               (1501046026)
2.      Alvi Nur Alimah        (1501046027)
3.      Wahyu Aulia Ahsan (1501046028)
4.      Ahmad Dini Faiza R (1501046029)

RULE OF LOW DAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
A. RULE OF LAW
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi sebagai negara absolut yang berkembamng sebalumnya. Rule of law  merupakan konsep tentang cammon law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan; menggeser negara kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule of law. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
1. Pengertian dan Lingkup Rule Of Law
Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sementara itu , secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
2. Prinsip-prinsip Rule Of  Law
a. Prinsip Secara Formal di Indonesia
      Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara folmal tertera dalam pembukaan UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial” sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of law adalah jaminan keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
          Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
Ø Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
Ø Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
Ø Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjug hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
Ø Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,  jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
Ø Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).    
b. Prinsip-prinsip Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
            Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan  “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman diberbagai negara dan hasil kajian, keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (sunarjati hartono,1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegaknya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai  prwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
3. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law
            Agar pelaksanaan (Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, perlu diterapkan hal-hal berikut:
Ø Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
Ø Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
Ø Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan  tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil dan hanya memihak kepada keadilan.
              Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto Rahardjo,2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak  kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif, yaitu “Hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut yang final. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus-menerus  menjadi (law as process, Law in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif menolak keadaan status quo. Ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas, serta aksi-aksi karena “Hukum untuk manusia. Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law and order”, yang berarti kembali kepada orde hukum dan  ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan  versi Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral”  atau  “rule of justice”  yang bersifat  “ke-Indonesia-an”  yang lebih mengedepankan olah hati nurani daripada otak, atau lebih mengedepankam komitmen moral.

B. HAK ASASI MANUSIA (HAM)
          HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena di yakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hendarmin Ranadireksa memberikan definisi mengenai hak asasi manusia, yaitu pada hakikatnya hak asasi manusia adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara mdari kemungkinan penindasan, pemasungan, atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya, ada pembatasan-pembatasanm tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.
1. Ciri pokok hakikat HAM
Ø  HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun diwarisi.HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis .
Ø  HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial bangsanya.
Ø  HAM tidak bisa dilanggar.Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi hak orang lain.
2. Macam-macam hak asasi
            Berikut ini adalah hak asasi manusia secara umum.
v   Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat dibagi enam macam,yaitu:
Ø  Hak asasi pribadi (personal right)  yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
Ø  Has asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual sesuatu serta memanfaatkannya.
Ø  Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih (hak memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
Ø  Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right legal equality)
Ø  Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
Ø  Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan (procedural right), misalnya perlakuaan dalam hal penahanan. penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
3.  HAM pada tatanan global
            Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM, yaitu sebagai berikut:
v    HAM menurut negara-negara barat
Ø  Ingin meninggalkan konsep yang mutlak.
Ø  Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator dan pengawas.
Ø  Filosofi dasarnya adalah hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
Ø  Hak asasi lebih dulu ada dari pada tatanan negara
v    HAM menurut konsep sosialis
Ø  Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
Ø  Hak asasi manusia tidak ada sebalun negara ada.
Ø  Nagara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.
v    HAM menurur konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
Ø  Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
Ø  Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghomatan utama kepada kepala kelurga.
Ø  Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.
v    HAM menurut konsep PBB
              Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Eleanor Roosevelt dan secara resmi di sebut Universal Declaration of Human Right. Didalamnya dijelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia sejak tahun 1957,  konsep HAM tersebut dilengkapi dengan 3 perjanjian, yaitu:
Ø  Hak ekonomi sosial dan budaya,
Ø  Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik,
Ø  Protokol opsional bagi perjajian hak sipil dan politik internasional.
              Pada sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokomen tersebut diterima dan diratifikasi.
ü  Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah:
·         Hak untuk hidup
·         Hak untuk memperoleh pendidikan
·         Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain
·         Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
·         Hak untuk mendapatkan pekerjaan

C. HAM di INDONESIA
v  . Permasalahan dan Penegakannya
            Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia perpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, dan sosial budaya, hak dan pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, dan pelaksanaannya.
HAM di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI, yaitu: Pembukaan UUD 1945 (alenia 1), Pancasila ke-4, Batang tubuh UUD 1945 (pasal 27,29,dan 30), UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU No.26 Tahun 2000 Tentng pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita dan hak anak.
Program penegakan hukum dan HAM (PP No.7 tahun 2005) meliputi penberantasan koropsi,  antiterorisme, dan pembasmian penyalah gunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten.
v Lembaga penegak HAM
            Hak asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi,baik oleh individu, masyarakat maupun oleh negara. Hal ini dikarenakan hak asasi manusia merupakan hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang di berikan oleh Tuhan. Oleh sebab itu HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyrakat dan bernegara
Untuk merealisasikan penegakkan HAM di Indonesia,di Indonesia telah dibentuk suatu komisi mengenai hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang sudah disahkan maupun ratifikasi dan konversi hak asasi manusia yang ada di dunia internasional.
v Komisi Nasional (Komnas) HAM
            Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan perjanjian, penelitian penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
v Tujuan Komnas HAM
            Tujuan Komnas HAM antara lain:
·      Mengembangkan kodisi yang kondosif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dengan piagam PBB, serta deklarasi Unuversal Hak Asasi Manusia.
·      Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
v Wewenang Komnas HAM
·      Wewenang dalam bidang pengkajian penelitian
·      Wewenang dalam bidang penyuluhan
·      Wewenang dalam bidang mediasi
v Pengadilan HAM
            Dalam rangka penegakan HAM, komnas HAM melakukan pemanggilan saksi dan pihak kejaksaan yang melakukan penuntutan di pengadilan HAM. Menurut pasal 104 UU HAM,untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat, dibentuk pengadilan HAM dilingkungan peradilan umum, yaitu pengadilan negeri dan pengadilan tinggi.
v  Pelanggaran Hak Asasi Manusia
            Menurut UU No.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau sekelompok orang, termasuk aparat negara, baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak didapatkan,atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan hukum mekanisme yang berlaku.
Dengan demikian, pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi negara atau institusi lainnya terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakannya.
Pelanggaran HAM dikelompokkan dalam dua bentuk pelanggaran, yaitu pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genocide dan kejahatan kemanusiaan, sedangkan pelanggaran HAM ringan adalah selain dari dua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Menurut UU No.26 Tahun 2000,yang dimaksud kejahatan genocede adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan kelompok agama. Kejahatan genocide dilakukan dengan cara:
§   Membunuh anggota kelompok,
§   Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok,
§   Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akam mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagiannya,
§   Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok,
§   Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu kekelompok yang lain.
Sementara itu, kejahatan kemanusiaan menurut UU No.26 tahun 2000 merupakan salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sitematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditunjukkan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa:
§   Pembunuhan,
§   Pemusnahan,
§   Pebudakan,
§   Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa,
§   Perampasan kemerdekaan atau perampasan fisik lain secara sewena-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional,
§   Penyiksaan,
§   Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemanduan atau strilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
§   Penganiyaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
Agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional,
§   Penghilangan orang secara paksa,
§   Kejahatan apartheid.
Pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan, baik secara aparatur negara (state actor) maupun bukan aparatur negara. Oleh karena itu, peniidakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia tidak boleh hanya ditunjukan terhadap aparatu negara, tetapi juga pelanggaran yang bukan dilakukan oleh aparatur negara.
Penindakkan terhadap pelanggar hak asasi manusia dilakukan melalui suatu proses peradilan HAM mulai dari penyelidukan, penyidikan, penuntutan dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum.
Untuk proses pemeriksaan dan pemutusan perkara pelanggaran HAM yang berat, pemerintah atas usul DPR membentuk pengadilan ad hoc yang berada dilingkungan peradilan umum. Disamping adanya pengadilan HAM ad hoc, dalam UU ini disebutkan juga keberadaan Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ketetapan MPR RI No.V/MPR/2000 tentang persiapan dan kesatuan nasional.
Komisi kebenaran dan Rekonsiliasi yang akan di bentuk dengan Undang-undang sebagai lembaga ekstra yudisial yang dim tetapkan dengan undang-undang bertugas untuk menetapkan kebenaran dengan mengunkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia pada masa lampau, sesuai dengan ketentuan hukum dan  perundangan yang berlaku dan melaksanakan Rekonsiliasi dalam perspekif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Sementara itu, wewenangnya adalah memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang berat yang dilakukan seseorang yang berumur dibawah 18 tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam pelaksanaan peradilan HAM,  pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara pengadilan HAM sebagaimana terdapat dalam UU peradilan HAM.
v  Hambatan Penegakan HAM
§   Faktor kondisi sosial budaya,
§   Faktor komonikasimdan informasi,
§   Faktor kebijakan pemerintah,
§   Faktor perangkat perundangan,
§   Faktor aparat dan penindakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar