Ikhtilaf
Dalam Fiqih Zakat
(Amil
Zakat dan Mustahiq Zakat)
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Dr. H. Abu Rokhmad,
M.Ag.
Disusun Oleh ;
M. Syaiful Amin (1501046006)
Siti Alfi Nur Alimah (1501046027)
Ahmad Dini Faiza Rosyadi (1501046029)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2016
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Setiap
muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah.
Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya
memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak
wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar
zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad
melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan zakat bertingkat bagi mereka
yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.
Zakat
adalah jenis harta tertentu yang pemiliknya diwajibkan untuk memberikannya
kepada orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu juga. Setelah kita
mempelajari pengertian zakat, dasar hukumnya, macam-macam zakat diantaranya
zakat fitrah dan zakat mal baik itu zakat binatang ternak, hasilbumi, emas dan
perak yang disertai dengan batas nishob serta besarnya zakat yang harus
dikelurakan (yang lebih dikhususkan pada penjelasan zakat profesi). Dalam
makalah ini kami akan sedikit menjelaskan tentang pengertian orang-orang yang
berhak menerima zakat yang berjumlah 8 golongan (fakir, miskin, amil, muallaf,
riqob, ghorimin, fisabilillah, dan ibnu sabil)
II. Rumusan Masalah
A. Apa
pengertian mustahiq zakat dan bagaimana pendapat para Madzhab ?
B. Apa
pengertian amil zakat dan syarat-syarat amil zakat?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Orang
Yang Berhak Menerima Zakat
Mustakhiq zakat atau biasa disebut dengan orang yang
berhak menerima zakat terdiri dari delapan golongan diantaranya adalah fakir,
miskin, amil, muallaf (orang yang baru masuk Islam), riqab (orang yang telah
memerdekakan budak), gharim (orang yang berhutang), fisabilillah (orang yang
berjuang dijalan Allah), ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan). Ketentuan
ini sudah diatur dalam Al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60.
الْغَارِمِينَإِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ (التوبة: 60)
وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ
السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ
artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha mengetahui dan maha bijaksana”.
Ajaran Islam
menjadikan zakat sebagai ibadah amaliyah ijtima’iyah yang mempunyai sasaran
sosial untuk membangun suatu system ekonomi yang mempunyai tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat.
- Pendapat
para Ulama’ Fiqih tentang Mustahiq Zakat
- Imam
Hanafi
: Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta kurang dari satu nishob,
atau memiliki satu nishab atau lebih, tetapi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhannya.
- Imam
Maliki
: Orang faqir adalah orang yang mempunyai harta, sedangkanhartanya tidak
mencukupi untuk keperluannya selama satu tahun.
- Imam
Syafi’i :
Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan usaha atau
mempunyai harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya dan tidak ada orang
yang menanggungnya.
- Imam
Hambali
: Orang faqir adalah orang yang tidak mempunyai harta atau mempunyai
harta kurang dari ½ (seperdua) keperluannya.
2. Orang Miskin yaitu orang yang memiliki
pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak dapat di pakai untuk memenuhi hidupnya.[14]
- Imam Hanafi : Orang miskin adalah orang
yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
- Imam Maliki : Orang miskin ialah orang
yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
(menurut keduanya orang miskin ialah orang yang keadaan
ekonominya lebih buruk dari orang faqir )[15]
3. Imam Syafi’i : Orang miskin adalah orang yang
mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
4.
Imam
Hambali : Orang miskin adalah orang yang
mempunyai harta tetapi tidak mencukupi kebutuhannya.
Terdapat persamaan dan perbedaan batasan tetang “Fakir
dan Miskin”. Persamaan keduanya adalah orang-orang yang berada dalam
kebutuhan dan mereka tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Demikianlah
menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah. Sedangkan perbedaannya : “Fakir”
adalah orang yang tidak memliki sesuatu (harta) untuk menutupi kebutuhan
hidupnya dan tidak kuat berusaha (bekerja) untuk menutupi kebutuhan hidupnya
tersebut. Sedangkan “Miskin” adalah orang yang lebih ringan
kebutuhan hidupnya dibandingkan orang fakir.
3. Adapun batasan ‘Amil
zakat terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ‘Ulama fiqih, antara lain
pendapat imam empat mazhab sebagai berikut :
1. Imam Hanafi. ‘Amil adalah
orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat.
- Imam
Malik. ‘Amil adalah orang yang menjadi pencatat, pembagi,
penasehat dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat.
- Imam
Hambali. ‘Amil adalah pengurus zakat, dia diberi zakat
sekedar upah pekerjaannya.
- Imam
Syafi’i. ‘Amil adalah semua orang yang bekerja mengurus
zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu .[16]
)
4.
Muallaf adalah orang yang baru masuk islam
dan asih lemah imannya.
- Imam Hanafi : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak zaman kholifah
Abu Bakar As-Shiddiq.
- Imam Maliki
: Madzhab ini mempunyai dua pendapat tentang muallaf, yaitu:
1) Orang kafir yang ada
harapan masuk islam.
2) Orang yang baru memeluk
islam.
3.
Imam
Syafi’i : Mempunyai dua pengertian tentang
muallaf,
1) Orang yang baru masuk islam
dan masih lemah imannya.
2)
Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya dan ada harapan kalau dia diberi
zakat orang disekitarnya akan masuk islam.
3)
Orang Islam yang kuat imannya dan punya pengaruh terhadap orang kafir, dan
kalau dia diberi zakat, maka kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang
ada di bawah pengaruhnya.
4. Imam Hambali : Muallaf adalah orang Islam yang
ada harapan imannya akan bertambah teguh atau ada harapan orang lain akan masuk
islam karena pengaruhnya.
5.
Riqob adalah
memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh
orang-orang kafir.
- Imam
Hanafi
: Riqob adalah hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lainnya.
- Imam
Maliki
: Riqob adalah hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan
- Imam
Syafi’i
: Riqob adalah hamba (budak) yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh
menebus dirinya.
- Imam
Hambali
: Riqob adalah hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus
dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya.
6.
Ghorimin adalah
orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup
membayarnya.
1. Imam Hanafi : Ghorimin adalah orang
yang mempunyai hutang, sedangkan artanya diluar hutang tidak cukup satu nishob.
Dan ia diberi zakat untuk membayar hutangnya.
2. Imam Maliki : Ghorimin
adalah orang yang berhutang sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar
hutangnya. Dan diberi zakat dengan syarat hutangnya bukan untuk sesuatu yang
fasad (jahat).
1)
orang yang berhutang karena mendamaikan dua orang yang berselisih.
2)
orang yang berhutang untuk kepentingan dirinya sendiri.
3)
orang yang berhutang karena menjamin hutang orang lain.
4. Imam Hambali : Mempunyai beberapa pengertian
tentang ghorimin yaitu,
1)
orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
2) orang yang berhutang untuk
dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram tetapi dia sudah
bertaubat.
1. Imam Hanafi : Fisabilillah adalah bala tentara
yang berperang pada jalan Allah.
2.. Imam Maliki : Fisabilillah adalah bala tentara,
mata-mata dan untukmembeli perlengkapan perang dijalan Allah.
3. Imam Syafi’i : Fisabilillah adalah bala tentara
yang membantu dengan kehendaknya sendiri dan tidak mendapat gaji serta tidak
mendapatkan harta yang disediakan untuk berperang.
4. Imam Hambali : Fisabilillah adalah bala tentara
yang tidak mendapat gajidari pemerintah.
8.
Ibnu Sabil adalah
orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan untuk maksiat, dan mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.
- Imam
Hanafi
: Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, yang putus
perhubungan dengan hartanya.
- Imam
Maliki
: Ibnu Sabil adalah orang yang sedang dalam perjalanan, sedang ia butuh
untuk ongkos pulang kenegerinya. Dengan syarat perjalanannya bukan untuk
maksiat
- Imam
Syafi’i
: Ibnu Sabil adalah orang yang mengadakan perjalanan yang bukan maksiat
tetapi dengan tujuan yang sah.
- Imam
Hambali
: Ibnu Sabil adalah orang yang keputusan belanja dalam perjalanan yang
halal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar